Selasa, 22 September 2020

,

To Kill a Mockingbird - Harper Lee

 


Judul: To Kill a Mockingbird

Penulis: Harper Lee

Penerjemah: Femmy Syahrani

Penerbit: Qanita

Tahun Baca: 2020

My Ratings: 5.0⭐

 

Blurb:

“Kalian boleh menembak burung bluejay kalau bisa, tapi ingat, kalian berdosa apabila membunuh burung mockingbird.”

Hidup Scout dan Jem berubah saat ayah mereka menjadi pembela seorang kulit hitam. Ketika Atticus membela seorang yang dianggap sampah masyarakat, kecaman pun datang dari seluruh penjuru. Novel ini menunjukkan betapa prasangka sering kali membutakan manusia. Dan keadilan hanya dapat dilahirkan dari rasa cinta yang tak membedakan latar belakang.


Review:

To Kill a Mockingbird diambil dari sudut pandang seorang anak perempuan yaitu Jean Louise Finch, atau yang sering dipanggil Scout. Yang tinggal dengan ayah dan kakak lelakinya⸺Atticus Finch dan Jeremy Atticus Finch (dipanggil Jem). Mereka juga memiliki koki rumah berkulit hitam (dibuku, seorang berkulit hitam sering disebut Negro yang merupakan istilah rasis untuk merujuk pada orang keturunan hitam), Calpurnia. Dan memiliki seorang teman yang merupakan keponakan dari tetangganya yang selalu berkunjung ke Maycomb setiap liburan musim panas⸺Dill Harris.



Isu yang diangkat dari cerita ini adalah krisis keadilan antar ras dan perlakuan terhadap seorang yang dianggap melenceng dari kehidupan sosial di lingkungan masyarakat setempat. Tokoh yang membawakan konflik tersebut adalah Tom Robinson (si keturunan berkulit hitam) dan Arthur Radley⸺biasa dipanggil Boo Radley (yang memiliki kecenderungan menutup diri dari lingkungan sekitar).

Dua tokoh tersebut sebenarnya yang berperan penting dalam pembentukan karakter maupun pemikiran Jem dan Scout. Kedua tokoh tersebut juga yang mewakili arti dari Mockingbird itu sendiri. Dimana jika membunuh Mockingbird berarti mendapat dosa karena menghancurkan sosok yang tidak bersalah, karena Mockingbird tidak pernah merugikan manusia.

…..

“Kalian boleh menembak burung bluejay kalau bisa, tapi ingat, kalian berdosa apabila membunuh burung mockingbird.”

…..

Konflik dimulai ketika ayah Jem dan Scout⸺yang seorang pengacara⸺menjadi pembela seorang berkulit hitam, Tom Robinson. Yang sangat diyakini Atticus bahwa Tom tidak bersalah, meski dia pun tahu dia tidak akan bisa memenangkan kasus tersebut. Jem yang baru menginjak usia remaja awal, dan Scout yang masih kanak-kanak mulai mendapat cacian dan makian dari teman-teman maupun tetangganya. Bahkan dari keluarga besarnya sendiri karena Atticus membela seorang kulit hitam. Sering sekali ayah mereka mendapat julukan sebagai pecinta nigger (yang merupakan istilah rasis dan sebuah penghinaan besar).

Tetapi Jem dan Scout mampu mengendalikan diri pada awal-awal perlakuan itu karena nasehat bijak yang diberikan oleh Atticus. Bukan hanya sekedar caci maki dan kecaman, Atticus bahkan hampir dibunuh oleh kelompok yang tidak menyukainya karena membela Tom Robinson.

…..

Omong kosong tentang Atticus yang membela nigger yang diterima Jem mungkin sama banyaknya dengan yang kuterima, dan aku percaya bahwa dia bisa menahan amarahnya⸺sifat alaminya memang pendamai dan tidak gampang marah. Namun, pada saat itu, kupikir satu-satunya penjelasan untuk tindakannya adalah bahwa dia mengalami kegilaan sementara selama beberapa menit.

…..

Saya suka buku ini karena memberikan gambaran kepada para pembaca tentang perlakuan terhadap ras berkulit hitam di masa lampau. Dimana ras tersebut dipandang rendah dan mendapat perlakuan tidak adil dari berbagai pihak kulit putih yang menganggap derajat mereka lebih tinggi. Selalu dipandang sebagai ‘sampah’ dan tindak tanduknya selalu salah dimata orang-orang. Kebanyakan orang kulit putih berasumsi buruk kepada semua orang kulit hitam. Dan disini, hanya secuil orang seperti Atticus lah yang memiliki nurani yang waras.

…..

“Mereka memang berhak berpikir begitu, dan mereka berhak untuk dihormati pendapatnya,” kata Atticus, “tetapi sebelum aku mampu hidup bersama orang lain, aku harus hidup dengan diriku sendiri. Satu hal yang tindak tunduk pada mayoritas adalah nurani seseorang.”

…..

Buku ini tergolong cerita klasik tetapi tidak sebangsa Austen, Dickens, ataupun Shakespeare, dan lain-lain. Meskipun mengangkat isu tentang krisis keadilan terhadap ras berkulit hitam, menurut saya penelusurannya masih kurang mendalam tentang kelompok tersebut. Mungkin karena sudut pandangnya diambil dari kacamata seorang anak jadi pengetahuannya masih terbatas dan hanya menyerap hal-hal di sekitarnya.



Sebelum ulasan saya berakhir, saya akan memaparkan dulu tentang pembahasan beberapa tokoh di buku ini.

.

Pertama, saya akan membahas Scout, si pembawa cerita karena semua diambil dari sudut pandangnya yang lugu. Menurut saya, Scout adalah gadis kecil yang cerdas dan terkadang juga suka bersikap brutal menginggat dia itu masih bocah. Segala pemikirannya murni hasil serapan dari orang-orang disekitarnya karena dia masih dalam masa dimana lingkungan sangat membentuk dirinya saat itu.

Saya sering terkikik geli saat mendapati dia suka menghajar orang seperti dia lupa bahwa dia itu seorang perempuan, bukannya lelaki. Tetapi hal seperti itulah yang mengingatkan pembaca tentang kelakuan seorang anak kecil yang belum mengerti apa yang sedang dilakukannya. Apalagi Scout itu adalah si gadis tomboy.

Orang-orang juga sangat cerewet sekali tentang penampilannya yang tidak mencerminkan wanita terhormat, terutama bibinya, Alexandra (hanya karena Scout suka memakai celana, bukannya rok). Yang mulai memintanya berkelakuan selayaknya wanita terhormat di saat usianya yang masih sangat muda.

Dan satu hal lagi yang harus kalian ketahui tentang Scout adalah, bahwa bocah itu suka sekali membaca! Dia meniru kebiasaan ayahnya yang juga gemar membaca. (gemas, gemas, gemas!)

Kedua, ada Jem Finch, si kakak lelaki Scout yang baru mulai beranjak remaja yang lagi belajar jadi orang dewasa tetapi masih labil. (ini-saya-ngomong-apaan-sih?!)

…..

Jem berusia dua belas tahun. Susah hidup dengannya; dia tidak konsisten dan suasana hatinya sering berubah. Selera makannya mengerikan, dan berkali-kali dia bilang agar aku tak menggangunya, sampai aku berkonsultasi kepada Atticus, “Mungkin dia cacingan?” atticus bilang, tidak, Jem sedang tumbuh. Aku harus bersabar dan sesedikit mungkin menggangunya.

…..

Bahkan kelabilannya pun digambarkan sangat jelas dan sangat natural oleh penulis. Dimana dia berusaha menjadi kakak yang baik dengan caranya mengendalikan diri meski masih kacau. Tetapi dia selalu memberikan dukungan penuh terhadap apa yang telah di lakukan ayahnya ketika mulai memutuskan untuk membela seorang kulit hitam, walau mereka sendiri adalah seorang kulit putih.

Ketiga, Atticus Finch. Seorang pengacara yang cerdas, berkharisma, dan juga sosok ayah yang hangat untuk anak-anaknya. Saya nge-fans berat sama dia waktu baca buku ini! Sosok yang bijaksana dan juga pemberi nasehat terbaik. Sangat peduli terhadap pendidikan anak-anaknya. Berusaha bersikap adil di era di mana sentimental rasial terhadap warna kulit tengah mewarnai kehidupan masyarakat pada tahun 30-an.

Atticus membesarkan Jem dan Scout dengan dibantu Calpurnia⸺asisten rumah tangganya⸺sejak istrinya meninggal. Membesarkan kedua anaknya yang bandel dan suka ingin tahu urusan orang dewasa. Dan selalu bersikap bijaksana dalam situasi apapun.

Overall, SAYA SUKA BUKU INI!

Walaupun bab awalnya sangat lambat, itu bukan masalah buat saya. Karena disitulah kita mengenal tokoh-tokoh yang nantinya akan berpengaruh di puncak cerita.



Harper Lee berhasil mempertahankan kepolosan seorang anak dalam mempertanyakan sebuah arti keadilan hingga cerita berakhir. Bagus banget!

Sebenarnya masih banyak karakter yang bisa dibahas di review ini, tetapi saya cuma mengambil ketiga orang di keluarga kecil Finch untuk mengulasnya.

Continue reading To Kill a Mockingbird - Harper Lee

Sabtu, 12 September 2020

,

One of Us is Lying (Satu Pembohong) - Karen M. Mcmanus

 


Judul: One of Us is Lying (Satu Pembohong)

Penulis: Karen M. Mcmanus

Penerjemah: Angelic Zaizai

Penerbit: Gramedia Pustaka Utama

Tebal Buku: 408 halaman

Tahun Baca: 2020

My Ratings: 4.5⭐

 

Blurb:

Senin sore, lima murid memasuki ruang detensi.

Bronwyn, si genius, nilai akademis sempurna dan tidak pernah melanggar peraturan.

Addy, si cewek populer, gambaran sempurna pemenang kontes kecantikan.

Nate, si bandel, dalam masa percobaan karena transaksi narkoba.

Cooper, si atlet, pelempar bola andalan tim bisbol dan pangeran di hati semua orang.

Dan Simon, si orang buangan, pencipta aplikasi gosip terdepan memngenai kehidupan Bayview High.

Namun sebelum detensi berakhir, Simon tewas. Menurut para penyelidik, kematiannya disengaja. Apalagi kemudian ditemukan draft artikel gosip terbaru untuk ditayangkan pada Selasa, sehari setelah kematian Simon. Gosip heboh tentang empat orang yang berada dalam ruangan detensi bersamanya.

Mereka berempat dicurigai, dan semuanya punya rahasia terpendam. Salah satu diantara mereka pasti ada yang berbohong.

 

Review:

Pertama-tama sebelum baca buku ini, saya harus mikirin dulu daftar tokoh di dalam otak saya untuk menjalankan imajinasi. Dikarenakan sudut pandangnya berganti-ganti, itu adalah strategi saya agar tidak bingung saat membacanya. (tapi kalau kalian terserah sih mau gimana, asal paham aja)

Cerita ini dibawakan oleh semua sudut pandang orang pertama para tokohnya yaitu Bronwyn, Nate, Addy, dan Cooper secara bergantian.

Saya sendiri tidak menyangka bisa menyelesaikan buku ini dalam waktu yang cepat mengingat tebal bukunya yang lumayan.

Kisah bermula di Bayview High (sekolah) ketika Bronwyn, Nate, Addy, Cooper, dan Simon kena detensi karena katahuan membawa ponsel di kelasnya Mr. Avery (yang sebenarnya itu bukan ponsel mereka, entah gimana bisa berada di tas mereka).

Kemudian di ruang detensi, ada sebuah kejadian dan Simon Kelleher tiba-tiba mati karena reaksi alergi. Tentu saja semua kecurigaan mengarah pada Bronwyn, Nate, Addy, dan Cooper karena cuma mereka berempat yang ada disana waktu kejadian.

Ditambah lagi saat penyelidikan kematian Simon (si-narator-serba-tahu), terdapat bukti yang memberatkan mereka semua. Polisi menemukan entri yang belum sempat di post Simon di About That (aplikasi gosip buatannya) tentang rahasia mereka berempat. Itu membuat kecurigaan yang kuat sehingga mereka berempat dicurigai sebagai dalang atas pembunuhan Simon.

Para penyelidik menduga kejadian itu sebagai bentuk dendam dan ketidaksukaan karena Simon suka menyebarkan rahasia orang-orang di Bayview High di aplikasi ciptaannya itu. Walaupun gosipnya menggunakan inisial, semua orang di sana langsung tahu siapa yang sedang di jadikan bahan gosipan. Dan yang mengejutkan, semua gosip yang beredar itu selalu benar−entah gimana Simon bisa tahu.

Banyak kejadian akibat gosip yang Simon beberkan di aplikasinya itu menimbulkan hancurnya hidup dan mental orang-orang yang bersangkutan karena selalu menyinggung rahasia pribadi seseorang yang di gosipkan.

Pertanyaannya…

Siapakah orang dibalik kematian Simon?

Salah satu dari mereka pasti ada yang berbohong.

 

Waktu baca buku ini, saya langsung keinget sama film The Breakfast Club jika menyangkut tentang tokoh-tokohnya. Dan serial Pretty Little Liars yang sama-sama mengusung drama misteri remaja yang melibatkan kematian, polisi, dan hukum. Apalagi, karakter Bronwyn Rojas sama Spencer Hastings itu mirip banget!

 

Jadi, saya akan mulai membahas karakter-karakternya dulu.

 

Pertama, ada Bronwyn Rojas. Si cewek ambis yang selalu mendapat nilai akademis sempurna dan tidak pernah melanggar peraturan−seperti yang dituliskan di Blurb. Sampai ada kesalahannya yang dituliskan Simon di draft-nya (yang belum sempat terekspos, karena dia udah keburu mati) yang sangat disesali Bronwyn dengan melakukan kecurangan yang juga menyeretnya dalam kerunyaman kasus pembunuhan tersebut dan dapat memengaruhi lamaran kuliahnya nanti.

Jujur saja, saya suka sama karakter Bronwyn yang genius, cekatan, berpendirian, dan pemegang kendali penuh atas dirinya sendiri. Dia berasal dari keluarga terpandang yang mendidiknya untuk jujur dan bekerja keras−sama seperti kedua orangtuanya yang kompeten.

Dia juga tidak segan ikut turun tangan saat penyelidikan kasus pembunuhan Simon padahal dia kan enggak boleh karena dia juga salah satu dari tersangka. Tapi dia tetep nekat dan ngelakuin secara diam-diam.

Kedua, ada Nate Macauley. Cowok yang saya sukai di buku ini!!!

Dia tokoh yang gentle menurut saya walaupun gayanya emang berandalan, hahaha. Sering banget terlibat dalam transaksi narkoba sampai-sampai dia harus menjalani hukuman percobaan. Dia sebenarnya udah kenal Bronwyn sejak kecil tapi kayak orang nggak kenal gitu sampai mereka berdua sama-sama terjerat kasus pembunuhan tersebut. Lalu, saat menjalani penyelidikan inilah Nate dan Bronwyn terlibat perasaan.

…..

Namun masalahnya, aku memercayai dia. Aku takkan berlagak mengenal Nate luar-dalam setelah beberapa minggu, tapi aku tahu seperti apa rasanya sering mengucapkan suatu kebohongan kepada diri sendiri sehingga kebohongan itu menjadi kebenaran. Aku melakukannya, dan aku tidak pernah harus menjalani hidup dengan seluruh kemampuanku sendiri.

…..

Aww, saya suka banget sama interaksi mereka berdua di cerita ini. Mereka manis banget dan pendekatannya itu sangat natural, huhuhu.

Oh ya, Nate punya peliharaan reptil yang terinspirasi dari sosok pendiri Marvel yaitu, Stan dari Stan Lee!

…..

Waktu umurku Sembilan dan tergila-gila pada reptilia, Mom mengejutkanku karena memasang terarium berisi naga jenggot di ruang duduk. Kami menamainya Stan dari Stan Lee, dan aku masih memilikinya. Makhluk seperti itu hidup lama.

…..

Meski latar belakang mereka berdua beda banget. Karena Bronwyn berasal dari keluarga terhormat sedangkan Nate dari keluarga yang sangat berantakan. Tidak menghentikan langkah mereka untuk mendukung satu sam lain. Aaahhhh, keren abis!

…..

“Aku tahu. Itu−ya Tuhan, aku bahkakn tidak bisa menjelaskannya, Bronwyn. Kau hal terbaik yang pernah terjadi padaku, dan itu membuatku ngeri. Kupikir aku akan menghancurkanmu. Atau kau akan menghancurkanku. Begitulah kecenderungan yang terjadi di keluarga Macauley. Tapi kau tidak seperti itu.” Dia menghembuskan napas kuat-kuat dan suaranya memelan. “Kau tidak seperti siapapun. Aku sudah tahu itu sejak kita masih kecil, dan aku hanya−aku mengacau. Aku akhirnya punya kesempatan bersamamu dan aku mengacaukan semuanya.”

…..

Nate, I LOVE U SO MUCH, lah pokoknya!!!!! HAHAHA.

Ketiga, sosok Addy Prentiss. Si otak udang yang mau-mau aja hidupnya di kendalikan sama pacar brengseknya si-maniak-kontrol-munafik.

Selama masih pacaran dengan Jake Riordan, nggak ada satupun pikiran di kepala Addy kecuali tentang pacarnya dan kekuasaan picik tentang kepopuleran disekolah dengan seluruh teman-temannya.

Addy dalam cerita ini digambarkan sebagai cewek cantik yang lumayan seksi. Tapi selain itu, enggak ada lagi yang bisa ditawarkan. Sampai di akhir cerita atas semua hal yang menimpa dalam hidupnya, dia berubah jadi sosok pemberontak tangguh dalam penyelidikan kasus pembunuhan Simon.



Saya suka sama pembangunan karakter Addy yang akhirnya bisa lepas dari kontrol dan menjalani hidup atas kemauannya sendiri. Supercool!

Terakhir, ada Cooper Clay. Saya malah keinget sama tokoh Ken di film Barbie saat baca bagian dia, hahaha (enggak tahu kenapa, padahal nggak ada mirip-miripnya).

Saya tidak terlalu terkejut saat tahu bahwa rahasia yang dimiliki Cooper adalah orientasi seksualnya yang ternyata melenceng, uhuk! Pantas saja dia enggak berbuat macam-macam saat masih bersama pacar wanitanya karena ternyata itulah masalah dalam dirinya (kalian tahu kan saya ngomong apa?! Intinya-orang-luar-kan-sudah-biasa-melakukan-hal-begituan-meski-statusnya-masih-pacaran).

Dia sebenarnya anak baik-baik kok. Cuman ya, itu aja masalah buat dia. Awalnya, ayah Cooper menentang habis-habisan soal gay. Bahkan sebelum Cooper memberitahu keluarganya tentang orientasi seksualnya, ayahnya selalu berpendapat buruk tentang itu. Tapi keadaan mulai membaik di akhir cerita.

OMGGGHG!!!

Pokoknya, SAYA SUKA BANGET BUKU INI! Kayaknya dimasa mendatang, saya bakalan baca lagi, deh. Soalnya, setiap rangkaian peristiwa yang disajikan emang keren banget!

Cara mereka mengusut dan memecahkan misterinya beneran patut diacungi jempol. TWO THUMBS UP!👍👍

Walaupun begitu, tidak menutupi kenyataan bahwa versi terjemahan buku ini masih terdapat beberapa typo dan penggunaan kata yang kurang tepat. Tapi enggak apa-apa kok, sebagian besar masih bisa di pahami pembaca. Jadi enggak damage banget, wkwk.

Honestly, I NEED THE MOVIE OR A TV SERIES FOR THIS STORY!!!! (denger-denger sih mau dibuatin series gitu, tapi belum tahu juga deh)

Buat Nate sama Bronwyn, I really ship them together! 

Udah ah, byeeeee!💕

Continue reading One of Us is Lying (Satu Pembohong) - Karen M. Mcmanus

Sabtu, 05 September 2020

,

Jakarta Sebelum Pagi - Ziggy Zezsyazeoviennazabrizkie

 

Sumber gambar: Google

Judul: Jakarta Sebelum Pagi

Penulis: Ziggy Zezsyazeoviennazabrizkie

Penerbit: Grasindo

Tebal Buku: 280 halaman

Tahun Baca: 2020

My Ratings: 4.5⭐

 

Blurb:

“Jam tiga dini hari, sweater, dan jalanan yang gelap dan sepi … Ada peta, petunjuk; dan Jakarta menjadi tempat yang belum pernah kami datangi sebelumnya.”

Mawar, hyacinth biru, dan melati. Dibawa balon perak, tiga bunga ini diantar setiap hari ke balkon apartemen Emina. Tanpa pengirim, tanpa pesan; hanya kemungkinan ada stalker mencurigakan yang tahu alamat tempat tinggalnya.

Ketika–tanpa rasa takut–Emina mencoba menelusuri jejak sang stalker, pencariannya mengantarkan dirinya kepada gadis kecil misterius di toko bunga, kamar apartemen sebelah tanpa suara, dan setumpuk surat cinta berisi kisah yang terlewat di hadapan bangunan-bangunan tua Kota Jakarta.

 

Review:

Saya nggak heran kenapa buku ini bisa menyandang gelar, Karya Fiksi Terbaik Indonesia 2016 Versi Majalah Rolling Stone. Walaupun saya ketinggalan banget karena baru baca buku ini di tahun 2020, tapi saya merasa cukup bangga karena berkesempatan dapat membaca buku ini. (Lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali kan?)

Habisnya, sang penulis sendiri, yaitu kak Ziggy Zezsyazeoviennazabrizkie menuliskan dengan cara berkisah yang unik. Saya kira, itu nama samaran apa gimana soalnya panjang banget, hohoho. Dan ternyata bukan dong, itu nama aslinya kak Ziggy ternyata (dan saya baru tahu).

Tapi, nama Kak Ziggy tidak terlalu mengherankan saya jika itu nama asli seseorang. Malahan nama tokoh fiksi Dumbledore-lah yang pertama kali membuat saya heran (emang, ini emang nama kepala sekolah Hogwarts itu, loh). Yaitu, Albus Percival Wulfric Brian Dumbledore!

Tunggu, tunggu,

Kok jadi ngelantur gini, sih?!

Oke, lanjut...

Pertama, saya akan membahas tokoh Emina (iya, ini nama orang kok, bukannya nama merk kosmetik) di dalam buku ini. Nama panjangnya Emina Nivalis, si tokoh utama sekaligus pembawa cerita karena semua diambil melalui sudut pandangnya. Dia sosok yang easy going, lucu sekaligus konyol disaat yang bersamaan, dan juga superunik. Tidak jarang dia membuat saya tertawa ngakak atas semua tingkah dan pemikirannya yang tak biasa.

…..

Tapi, tumbuh besar di keluargaku berarti harus menguasai cara komunikasi alternatif. Sementara itu, Datuk sudah malas menggerakkan bibir sejak 1813, jadi aku sudah fasih mengartikan geraman dan dengusannya sejak lahir.

…..

Contohnya aja saat di awal cerita, dia mendiskripsikan kehidupan masyarakat kelas pekerja di Jakarta seperti hewan yang sering dijadikan sasaran kesinisan manusia, yaitu babi. Emina bisa mendapatkan ide itu dari buku yang habis dia baca omong-omong, judulnya Animal Farm karya George Orwell−yang dia pinjam dari rumah Pak Meneer.

Dimulai dari dia yang menggambarkan Nissa−teman kantornya−sebagai yan pi (kulit dim sum yang terbuat dari daging babi yang dipukul-pukul dan dicampur dengan tepung, lalu ditipiskan dan di jemur) karena aktivitas rutin temannya itu naik kereta saat berangkat kerja−yang berarti seperti ditipiskan karena desakan-desakan manusia didalamnya. Lalu dijemur dibawah terik dan panasnya matahari Ibu Kota, dan jadilah dia menjuluki temannya sebagai Nissa-the-Yan-Pi. Tidak berhenti disitu, Emina sendiri menamai dirinya sebagai babi asap (karena dia tidak ikut berdesakan di kereta dan hanya dijemur di bawah terik matahari).

KURANG ANEH GIMANA COBA?! (Saya aja harus mikir dulu sebelum ngerti jalan pikiran dia).

Jakarta Sebelum Pagi bercerita tentang Emina, wanita kantoran yang hidup di tengah keramaian Ibu Kota dengan hidup (yang menurut saya sedikit menyedihkan karena dia selalu saja mengharapkan makanan gratisan dan mungkin juga sedikit kesepian sebelum si stalkernya ketahuan) mandiri.

Orangtuanya sudah meninggal, dan keluarga yang dia punya hanyalah Datuk, sang Nenek, dan Nin (adik perempuan dari Datuknya). Ketiga orang tua itu hidup di dalam satu rumah yang dia sebut sebagai “Rumah Para Jompo”. Tiap kali Emina berkunjung pada akhir pekan, dia selalu menyempatkan diri untuk juga berkunjung ke rumah Pak Meneer yang-ternyata-bukan-Pak-Meneer, yaitu sosok kakek-kakek bule kece yang juga termasuk Geng Para Jompo−tetangga di sebelah rumah mereka.

…..

Dulu, aku lebih sering memanjat dinding untuk berpindah rumah. Tapi, setelah merusak bunga-bungaan Pak Meneer, akses dinding dicabut, dan aku harus keluar masuk lewat pagar layaknya manusia terhormat.

…..

Lalu, keanehan dimulai saat ada yang mengiriminya bunga hyacinth, melati, dan mawar dengan balon perak yang diterbangkan dari bawah ke balkon apartemennya sejak minggu sebelumnya. Temannya−Nissa, mengatakan itu adalah sebuah perilaku penguntitan a.k.a yang dilakukan oleh seorang stalker.

Maka, mulailah dia dengan melakukan penyelidikan yang membawa Emina berkenalan dengan gadis cilik keturunan Jepang-Arab yang bernama Suki−adik dari pemilik toko bunga di depan menara apartemennya. Si dedek-dedek pintar yang tingkah laku dan pemikirannya mirip dengan karakter fiksi anak di film-film AI.

…..

Aku menemukan Suki dibalik food case, seperti biasa. Dia tampak kaget, tapi bibirnya tetap menutup rapat. Kenapa sih dia nggak jerit-jerit seperti anak kecil pada umumnya? Mungkin anak SD zaman sekarang memang jaim seperti ini. Nggak asyik. Waktu aku SD, keterkejutan dideskripsikan dengan cara kayang atau roll depan.

…..

HAHAHA! Kalau gitu, untuk yang kedua saya akan mulai membahas tokoh Suki. Omong-omong soal Suki, saya suka tipe bocah kayak dia yang tergolong pintar, cekatan, dan memiliki pemikiran seperti layaknya orang dewasa (meskipun sebenarnya agak menyebalkan), yang memiliki ketertarikan terhadap teh dan upacara minum teh khas Jepang−dan ternyata bocah itu adalah antek-antek si stalker.

Dan sosok Suki ini jadi mengingatkan saya dengan karakter Margo di Despicable Me, atau mungkin Lyanna Mormont di GOT, atau bahkan Wednesday Addams!

Oke, oke, meski si Suki tidak se-mengerikan dia, tapi saya selalu teringat karakter-karakter itu setiap membaca perwatakan Suki, hehehe. :D

Udah yuk, lanjut…

Dari si Suki, Emina kemudian berkenalan dengan Abel−yang ternyata adalah cucu dari Pak Meneer yang-ternyata-bukan-Pak-Meneer, yang mempunyai fobia terhadap suara dan sentuhan.

Sebenarnya waktu baca pada bagian itu, saya memiliki pemikiran dan pertanyaan yang sama dengan Emina yaitu, ‘Kenapa dia punya fobia yang aneh-aneh, sih?’

Tapi kemudian pertanyaan itu terjawab karena ternyata oh ternyata, Abel dulunya adalah anak korban perang saudara di Aljazair (kalau yang ini beneran menyedihkan sih).

Hubungan yang aneh pun terjalin karena mereka memutuskan untuk menyelidiki surat-surat yang selalu dia temukan di bagian belakang buku kakeknya−pak Meneer. Dengan menjelajahi kota Jakarta masa kini, mereka selalu pergi ke tempat-tempat itu pada dini hari (karena pada waktu itu, Jakarta tidak seramai waktu siang jadinya agak aman buat Abel) yang mereka sebut dengan Midnight Excursion.

…..

“Kamu tahu nggak, trotoar itu diambil dari bahasa Prancis−trottoir?”

“Dan kamu tahu nggak, ‘pedagang kaki lima’ disebut begitu karena trotoar seharusnya dibangun selebar lima kaki?” kataku, nggak mau kalah. Aku tahu cerita itu dari dosen, dan kuklarifikasi ke Pak Meneer (yang ternyata bukan Pak Meneer).

…..

 Hingga semua petunjuk di setiap surat yang ditemukan itu membawa mereka untuk mengetahui rahasia besar Pak Meneer yang selama ini tersimpan dirumahnya. Dan Emina tahu alasan kenapa Pak Meneer selama ini selalu menyuruhnya untuk membaca buku dari perpustakaan miliknya.

…..

“Dia bilang, ini diambil dari buku karangan Philippa Pearce.”

Pak Meneer memandang Suki dan tampak terkesan. “Kamu sudah baca itu?” Lalu, dia merengut ke arahku.  “Saya sudah menyuruh kamu baca itu.”

…..

Buat yang ketiga, tokoh Abel, Abel Fergani−si-pengidap-fobia-aneh-aneh. Menurut saya porsinya pas di buku ini dan tidak terkesan dilebih-lebihkan oleh penulis. Jadi sosok Abel ini nggak kelihatan lebay, walau dia punya trauma level kronik begitu. Tidak seperti tokoh lain yang kalian temukan di cerita-cerita fiksi pada umumnya.

Nah, apa yang terjadi selanjutnya?

Jeng!

Jeng!

Jeng!

Silahkan baca sendiri bukunya! Dijamin bakal kesemsem sama ceritanya!

Tapi, ending dari cerita ini nggantung dan meninggalkan banyak pertanyaan yang masih bersarang di kepala saya. Terus, banyak terdapat percakapan dalam bahasa Inggris yang saya yakin membuat orang awam pasti mikir keras buat paham maksudnya. Walaupun saya juga tahu, disitu letak seninya.

Overall, SAYA SUKA SAMA BUKU INI! Dari segi penyampaiannya, plotnya, dan karakternya semuanya benar-benar, WOW!

Sosok Emina dengan segala macam ke-babi-annya (note: ini bukan sebuah umpatan!). Suki dengan segala ke-jaim-annya sebagai bocah SD yang bahkan belum menginjak usia ABG. Dan Abel yang, ehem… saya sedikit sulit buat mendeskripsikan sosoknya, tapi saya sukaaa!

Udah ah, saya kira review kali ini udah cukup panjang. Jadi nggak perlu saya tambahin lagi biar nggak tambah panjang-panjang.

Makasih udah mampir di blog saya. Babay! J
Continue reading Jakarta Sebelum Pagi - Ziggy Zezsyazeoviennazabrizkie