Sabtu, 05 September 2020

,

Jakarta Sebelum Pagi - Ziggy Zezsyazeoviennazabrizkie

 

Sumber gambar: Google

Judul: Jakarta Sebelum Pagi

Penulis: Ziggy Zezsyazeoviennazabrizkie

Penerbit: Grasindo

Tebal Buku: 280 halaman

Tahun Baca: 2020

My Ratings: 4.5⭐

 

Blurb:

“Jam tiga dini hari, sweater, dan jalanan yang gelap dan sepi … Ada peta, petunjuk; dan Jakarta menjadi tempat yang belum pernah kami datangi sebelumnya.”

Mawar, hyacinth biru, dan melati. Dibawa balon perak, tiga bunga ini diantar setiap hari ke balkon apartemen Emina. Tanpa pengirim, tanpa pesan; hanya kemungkinan ada stalker mencurigakan yang tahu alamat tempat tinggalnya.

Ketika–tanpa rasa takut–Emina mencoba menelusuri jejak sang stalker, pencariannya mengantarkan dirinya kepada gadis kecil misterius di toko bunga, kamar apartemen sebelah tanpa suara, dan setumpuk surat cinta berisi kisah yang terlewat di hadapan bangunan-bangunan tua Kota Jakarta.

 

Review:

Saya nggak heran kenapa buku ini bisa menyandang gelar, Karya Fiksi Terbaik Indonesia 2016 Versi Majalah Rolling Stone. Walaupun saya ketinggalan banget karena baru baca buku ini di tahun 2020, tapi saya merasa cukup bangga karena berkesempatan dapat membaca buku ini. (Lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali kan?)

Habisnya, sang penulis sendiri, yaitu kak Ziggy Zezsyazeoviennazabrizkie menuliskan dengan cara berkisah yang unik. Saya kira, itu nama samaran apa gimana soalnya panjang banget, hohoho. Dan ternyata bukan dong, itu nama aslinya kak Ziggy ternyata (dan saya baru tahu).

Tapi, nama Kak Ziggy tidak terlalu mengherankan saya jika itu nama asli seseorang. Malahan nama tokoh fiksi Dumbledore-lah yang pertama kali membuat saya heran (emang, ini emang nama kepala sekolah Hogwarts itu, loh). Yaitu, Albus Percival Wulfric Brian Dumbledore!

Tunggu, tunggu,

Kok jadi ngelantur gini, sih?!

Oke, lanjut...

Pertama, saya akan membahas tokoh Emina (iya, ini nama orang kok, bukannya nama merk kosmetik) di dalam buku ini. Nama panjangnya Emina Nivalis, si tokoh utama sekaligus pembawa cerita karena semua diambil melalui sudut pandangnya. Dia sosok yang easy going, lucu sekaligus konyol disaat yang bersamaan, dan juga superunik. Tidak jarang dia membuat saya tertawa ngakak atas semua tingkah dan pemikirannya yang tak biasa.

…..

Tapi, tumbuh besar di keluargaku berarti harus menguasai cara komunikasi alternatif. Sementara itu, Datuk sudah malas menggerakkan bibir sejak 1813, jadi aku sudah fasih mengartikan geraman dan dengusannya sejak lahir.

…..

Contohnya aja saat di awal cerita, dia mendiskripsikan kehidupan masyarakat kelas pekerja di Jakarta seperti hewan yang sering dijadikan sasaran kesinisan manusia, yaitu babi. Emina bisa mendapatkan ide itu dari buku yang habis dia baca omong-omong, judulnya Animal Farm karya George Orwell−yang dia pinjam dari rumah Pak Meneer.

Dimulai dari dia yang menggambarkan Nissa−teman kantornya−sebagai yan pi (kulit dim sum yang terbuat dari daging babi yang dipukul-pukul dan dicampur dengan tepung, lalu ditipiskan dan di jemur) karena aktivitas rutin temannya itu naik kereta saat berangkat kerja−yang berarti seperti ditipiskan karena desakan-desakan manusia didalamnya. Lalu dijemur dibawah terik dan panasnya matahari Ibu Kota, dan jadilah dia menjuluki temannya sebagai Nissa-the-Yan-Pi. Tidak berhenti disitu, Emina sendiri menamai dirinya sebagai babi asap (karena dia tidak ikut berdesakan di kereta dan hanya dijemur di bawah terik matahari).

KURANG ANEH GIMANA COBA?! (Saya aja harus mikir dulu sebelum ngerti jalan pikiran dia).

Jakarta Sebelum Pagi bercerita tentang Emina, wanita kantoran yang hidup di tengah keramaian Ibu Kota dengan hidup (yang menurut saya sedikit menyedihkan karena dia selalu saja mengharapkan makanan gratisan dan mungkin juga sedikit kesepian sebelum si stalkernya ketahuan) mandiri.

Orangtuanya sudah meninggal, dan keluarga yang dia punya hanyalah Datuk, sang Nenek, dan Nin (adik perempuan dari Datuknya). Ketiga orang tua itu hidup di dalam satu rumah yang dia sebut sebagai “Rumah Para Jompo”. Tiap kali Emina berkunjung pada akhir pekan, dia selalu menyempatkan diri untuk juga berkunjung ke rumah Pak Meneer yang-ternyata-bukan-Pak-Meneer, yaitu sosok kakek-kakek bule kece yang juga termasuk Geng Para Jompo−tetangga di sebelah rumah mereka.

…..

Dulu, aku lebih sering memanjat dinding untuk berpindah rumah. Tapi, setelah merusak bunga-bungaan Pak Meneer, akses dinding dicabut, dan aku harus keluar masuk lewat pagar layaknya manusia terhormat.

…..

Lalu, keanehan dimulai saat ada yang mengiriminya bunga hyacinth, melati, dan mawar dengan balon perak yang diterbangkan dari bawah ke balkon apartemennya sejak minggu sebelumnya. Temannya−Nissa, mengatakan itu adalah sebuah perilaku penguntitan a.k.a yang dilakukan oleh seorang stalker.

Maka, mulailah dia dengan melakukan penyelidikan yang membawa Emina berkenalan dengan gadis cilik keturunan Jepang-Arab yang bernama Suki−adik dari pemilik toko bunga di depan menara apartemennya. Si dedek-dedek pintar yang tingkah laku dan pemikirannya mirip dengan karakter fiksi anak di film-film AI.

…..

Aku menemukan Suki dibalik food case, seperti biasa. Dia tampak kaget, tapi bibirnya tetap menutup rapat. Kenapa sih dia nggak jerit-jerit seperti anak kecil pada umumnya? Mungkin anak SD zaman sekarang memang jaim seperti ini. Nggak asyik. Waktu aku SD, keterkejutan dideskripsikan dengan cara kayang atau roll depan.

…..

HAHAHA! Kalau gitu, untuk yang kedua saya akan mulai membahas tokoh Suki. Omong-omong soal Suki, saya suka tipe bocah kayak dia yang tergolong pintar, cekatan, dan memiliki pemikiran seperti layaknya orang dewasa (meskipun sebenarnya agak menyebalkan), yang memiliki ketertarikan terhadap teh dan upacara minum teh khas Jepang−dan ternyata bocah itu adalah antek-antek si stalker.

Dan sosok Suki ini jadi mengingatkan saya dengan karakter Margo di Despicable Me, atau mungkin Lyanna Mormont di GOT, atau bahkan Wednesday Addams!

Oke, oke, meski si Suki tidak se-mengerikan dia, tapi saya selalu teringat karakter-karakter itu setiap membaca perwatakan Suki, hehehe. :D

Udah yuk, lanjut…

Dari si Suki, Emina kemudian berkenalan dengan Abel−yang ternyata adalah cucu dari Pak Meneer yang-ternyata-bukan-Pak-Meneer, yang mempunyai fobia terhadap suara dan sentuhan.

Sebenarnya waktu baca pada bagian itu, saya memiliki pemikiran dan pertanyaan yang sama dengan Emina yaitu, ‘Kenapa dia punya fobia yang aneh-aneh, sih?’

Tapi kemudian pertanyaan itu terjawab karena ternyata oh ternyata, Abel dulunya adalah anak korban perang saudara di Aljazair (kalau yang ini beneran menyedihkan sih).

Hubungan yang aneh pun terjalin karena mereka memutuskan untuk menyelidiki surat-surat yang selalu dia temukan di bagian belakang buku kakeknya−pak Meneer. Dengan menjelajahi kota Jakarta masa kini, mereka selalu pergi ke tempat-tempat itu pada dini hari (karena pada waktu itu, Jakarta tidak seramai waktu siang jadinya agak aman buat Abel) yang mereka sebut dengan Midnight Excursion.

…..

“Kamu tahu nggak, trotoar itu diambil dari bahasa Prancis−trottoir?”

“Dan kamu tahu nggak, ‘pedagang kaki lima’ disebut begitu karena trotoar seharusnya dibangun selebar lima kaki?” kataku, nggak mau kalah. Aku tahu cerita itu dari dosen, dan kuklarifikasi ke Pak Meneer (yang ternyata bukan Pak Meneer).

…..

 Hingga semua petunjuk di setiap surat yang ditemukan itu membawa mereka untuk mengetahui rahasia besar Pak Meneer yang selama ini tersimpan dirumahnya. Dan Emina tahu alasan kenapa Pak Meneer selama ini selalu menyuruhnya untuk membaca buku dari perpustakaan miliknya.

…..

“Dia bilang, ini diambil dari buku karangan Philippa Pearce.”

Pak Meneer memandang Suki dan tampak terkesan. “Kamu sudah baca itu?” Lalu, dia merengut ke arahku.  “Saya sudah menyuruh kamu baca itu.”

…..

Buat yang ketiga, tokoh Abel, Abel Fergani−si-pengidap-fobia-aneh-aneh. Menurut saya porsinya pas di buku ini dan tidak terkesan dilebih-lebihkan oleh penulis. Jadi sosok Abel ini nggak kelihatan lebay, walau dia punya trauma level kronik begitu. Tidak seperti tokoh lain yang kalian temukan di cerita-cerita fiksi pada umumnya.

Nah, apa yang terjadi selanjutnya?

Jeng!

Jeng!

Jeng!

Silahkan baca sendiri bukunya! Dijamin bakal kesemsem sama ceritanya!

Tapi, ending dari cerita ini nggantung dan meninggalkan banyak pertanyaan yang masih bersarang di kepala saya. Terus, banyak terdapat percakapan dalam bahasa Inggris yang saya yakin membuat orang awam pasti mikir keras buat paham maksudnya. Walaupun saya juga tahu, disitu letak seninya.

Overall, SAYA SUKA SAMA BUKU INI! Dari segi penyampaiannya, plotnya, dan karakternya semuanya benar-benar, WOW!

Sosok Emina dengan segala macam ke-babi-annya (note: ini bukan sebuah umpatan!). Suki dengan segala ke-jaim-annya sebagai bocah SD yang bahkan belum menginjak usia ABG. Dan Abel yang, ehem… saya sedikit sulit buat mendeskripsikan sosoknya, tapi saya sukaaa!

Udah ah, saya kira review kali ini udah cukup panjang. Jadi nggak perlu saya tambahin lagi biar nggak tambah panjang-panjang.

Makasih udah mampir di blog saya. Babay! J

0 komentar:

Posting Komentar