Selasa, 22 September 2020

,

To Kill a Mockingbird - Harper Lee

 


Judul: To Kill a Mockingbird

Penulis: Harper Lee

Penerjemah: Femmy Syahrani

Penerbit: Qanita

Tahun Baca: 2020

My Ratings: 5.0⭐

 

Blurb:

“Kalian boleh menembak burung bluejay kalau bisa, tapi ingat, kalian berdosa apabila membunuh burung mockingbird.”

Hidup Scout dan Jem berubah saat ayah mereka menjadi pembela seorang kulit hitam. Ketika Atticus membela seorang yang dianggap sampah masyarakat, kecaman pun datang dari seluruh penjuru. Novel ini menunjukkan betapa prasangka sering kali membutakan manusia. Dan keadilan hanya dapat dilahirkan dari rasa cinta yang tak membedakan latar belakang.


Review:

To Kill a Mockingbird diambil dari sudut pandang seorang anak perempuan yaitu Jean Louise Finch, atau yang sering dipanggil Scout. Yang tinggal dengan ayah dan kakak lelakinya⸺Atticus Finch dan Jeremy Atticus Finch (dipanggil Jem). Mereka juga memiliki koki rumah berkulit hitam (dibuku, seorang berkulit hitam sering disebut Negro yang merupakan istilah rasis untuk merujuk pada orang keturunan hitam), Calpurnia. Dan memiliki seorang teman yang merupakan keponakan dari tetangganya yang selalu berkunjung ke Maycomb setiap liburan musim panas⸺Dill Harris.



Isu yang diangkat dari cerita ini adalah krisis keadilan antar ras dan perlakuan terhadap seorang yang dianggap melenceng dari kehidupan sosial di lingkungan masyarakat setempat. Tokoh yang membawakan konflik tersebut adalah Tom Robinson (si keturunan berkulit hitam) dan Arthur Radley⸺biasa dipanggil Boo Radley (yang memiliki kecenderungan menutup diri dari lingkungan sekitar).

Dua tokoh tersebut sebenarnya yang berperan penting dalam pembentukan karakter maupun pemikiran Jem dan Scout. Kedua tokoh tersebut juga yang mewakili arti dari Mockingbird itu sendiri. Dimana jika membunuh Mockingbird berarti mendapat dosa karena menghancurkan sosok yang tidak bersalah, karena Mockingbird tidak pernah merugikan manusia.

…..

“Kalian boleh menembak burung bluejay kalau bisa, tapi ingat, kalian berdosa apabila membunuh burung mockingbird.”

…..

Konflik dimulai ketika ayah Jem dan Scout⸺yang seorang pengacara⸺menjadi pembela seorang berkulit hitam, Tom Robinson. Yang sangat diyakini Atticus bahwa Tom tidak bersalah, meski dia pun tahu dia tidak akan bisa memenangkan kasus tersebut. Jem yang baru menginjak usia remaja awal, dan Scout yang masih kanak-kanak mulai mendapat cacian dan makian dari teman-teman maupun tetangganya. Bahkan dari keluarga besarnya sendiri karena Atticus membela seorang kulit hitam. Sering sekali ayah mereka mendapat julukan sebagai pecinta nigger (yang merupakan istilah rasis dan sebuah penghinaan besar).

Tetapi Jem dan Scout mampu mengendalikan diri pada awal-awal perlakuan itu karena nasehat bijak yang diberikan oleh Atticus. Bukan hanya sekedar caci maki dan kecaman, Atticus bahkan hampir dibunuh oleh kelompok yang tidak menyukainya karena membela Tom Robinson.

…..

Omong kosong tentang Atticus yang membela nigger yang diterima Jem mungkin sama banyaknya dengan yang kuterima, dan aku percaya bahwa dia bisa menahan amarahnya⸺sifat alaminya memang pendamai dan tidak gampang marah. Namun, pada saat itu, kupikir satu-satunya penjelasan untuk tindakannya adalah bahwa dia mengalami kegilaan sementara selama beberapa menit.

…..

Saya suka buku ini karena memberikan gambaran kepada para pembaca tentang perlakuan terhadap ras berkulit hitam di masa lampau. Dimana ras tersebut dipandang rendah dan mendapat perlakuan tidak adil dari berbagai pihak kulit putih yang menganggap derajat mereka lebih tinggi. Selalu dipandang sebagai ‘sampah’ dan tindak tanduknya selalu salah dimata orang-orang. Kebanyakan orang kulit putih berasumsi buruk kepada semua orang kulit hitam. Dan disini, hanya secuil orang seperti Atticus lah yang memiliki nurani yang waras.

…..

“Mereka memang berhak berpikir begitu, dan mereka berhak untuk dihormati pendapatnya,” kata Atticus, “tetapi sebelum aku mampu hidup bersama orang lain, aku harus hidup dengan diriku sendiri. Satu hal yang tindak tunduk pada mayoritas adalah nurani seseorang.”

…..

Buku ini tergolong cerita klasik tetapi tidak sebangsa Austen, Dickens, ataupun Shakespeare, dan lain-lain. Meskipun mengangkat isu tentang krisis keadilan terhadap ras berkulit hitam, menurut saya penelusurannya masih kurang mendalam tentang kelompok tersebut. Mungkin karena sudut pandangnya diambil dari kacamata seorang anak jadi pengetahuannya masih terbatas dan hanya menyerap hal-hal di sekitarnya.



Sebelum ulasan saya berakhir, saya akan memaparkan dulu tentang pembahasan beberapa tokoh di buku ini.

.

Pertama, saya akan membahas Scout, si pembawa cerita karena semua diambil dari sudut pandangnya yang lugu. Menurut saya, Scout adalah gadis kecil yang cerdas dan terkadang juga suka bersikap brutal menginggat dia itu masih bocah. Segala pemikirannya murni hasil serapan dari orang-orang disekitarnya karena dia masih dalam masa dimana lingkungan sangat membentuk dirinya saat itu.

Saya sering terkikik geli saat mendapati dia suka menghajar orang seperti dia lupa bahwa dia itu seorang perempuan, bukannya lelaki. Tetapi hal seperti itulah yang mengingatkan pembaca tentang kelakuan seorang anak kecil yang belum mengerti apa yang sedang dilakukannya. Apalagi Scout itu adalah si gadis tomboy.

Orang-orang juga sangat cerewet sekali tentang penampilannya yang tidak mencerminkan wanita terhormat, terutama bibinya, Alexandra (hanya karena Scout suka memakai celana, bukannya rok). Yang mulai memintanya berkelakuan selayaknya wanita terhormat di saat usianya yang masih sangat muda.

Dan satu hal lagi yang harus kalian ketahui tentang Scout adalah, bahwa bocah itu suka sekali membaca! Dia meniru kebiasaan ayahnya yang juga gemar membaca. (gemas, gemas, gemas!)

Kedua, ada Jem Finch, si kakak lelaki Scout yang baru mulai beranjak remaja yang lagi belajar jadi orang dewasa tetapi masih labil. (ini-saya-ngomong-apaan-sih?!)

…..

Jem berusia dua belas tahun. Susah hidup dengannya; dia tidak konsisten dan suasana hatinya sering berubah. Selera makannya mengerikan, dan berkali-kali dia bilang agar aku tak menggangunya, sampai aku berkonsultasi kepada Atticus, “Mungkin dia cacingan?” atticus bilang, tidak, Jem sedang tumbuh. Aku harus bersabar dan sesedikit mungkin menggangunya.

…..

Bahkan kelabilannya pun digambarkan sangat jelas dan sangat natural oleh penulis. Dimana dia berusaha menjadi kakak yang baik dengan caranya mengendalikan diri meski masih kacau. Tetapi dia selalu memberikan dukungan penuh terhadap apa yang telah di lakukan ayahnya ketika mulai memutuskan untuk membela seorang kulit hitam, walau mereka sendiri adalah seorang kulit putih.

Ketiga, Atticus Finch. Seorang pengacara yang cerdas, berkharisma, dan juga sosok ayah yang hangat untuk anak-anaknya. Saya nge-fans berat sama dia waktu baca buku ini! Sosok yang bijaksana dan juga pemberi nasehat terbaik. Sangat peduli terhadap pendidikan anak-anaknya. Berusaha bersikap adil di era di mana sentimental rasial terhadap warna kulit tengah mewarnai kehidupan masyarakat pada tahun 30-an.

Atticus membesarkan Jem dan Scout dengan dibantu Calpurnia⸺asisten rumah tangganya⸺sejak istrinya meninggal. Membesarkan kedua anaknya yang bandel dan suka ingin tahu urusan orang dewasa. Dan selalu bersikap bijaksana dalam situasi apapun.

Overall, SAYA SUKA BUKU INI!

Walaupun bab awalnya sangat lambat, itu bukan masalah buat saya. Karena disitulah kita mengenal tokoh-tokoh yang nantinya akan berpengaruh di puncak cerita.



Harper Lee berhasil mempertahankan kepolosan seorang anak dalam mempertanyakan sebuah arti keadilan hingga cerita berakhir. Bagus banget!

Sebenarnya masih banyak karakter yang bisa dibahas di review ini, tetapi saya cuma mengambil ketiga orang di keluarga kecil Finch untuk mengulasnya.

0 komentar:

Posting Komentar