Selasa, 22 September 2020

,

To Kill a Mockingbird - Harper Lee

 


Judul: To Kill a Mockingbird

Penulis: Harper Lee

Penerjemah: Femmy Syahrani

Penerbit: Qanita

Tahun Baca: 2020

My Ratings: 5.0⭐

 

Blurb:

“Kalian boleh menembak burung bluejay kalau bisa, tapi ingat, kalian berdosa apabila membunuh burung mockingbird.”

Hidup Scout dan Jem berubah saat ayah mereka menjadi pembela seorang kulit hitam. Ketika Atticus membela seorang yang dianggap sampah masyarakat, kecaman pun datang dari seluruh penjuru. Novel ini menunjukkan betapa prasangka sering kali membutakan manusia. Dan keadilan hanya dapat dilahirkan dari rasa cinta yang tak membedakan latar belakang.


Review:

To Kill a Mockingbird diambil dari sudut pandang seorang anak perempuan yaitu Jean Louise Finch, atau yang sering dipanggil Scout. Yang tinggal dengan ayah dan kakak lelakinya⸺Atticus Finch dan Jeremy Atticus Finch (dipanggil Jem). Mereka juga memiliki koki rumah berkulit hitam (dibuku, seorang berkulit hitam sering disebut Negro yang merupakan istilah rasis untuk merujuk pada orang keturunan hitam), Calpurnia. Dan memiliki seorang teman yang merupakan keponakan dari tetangganya yang selalu berkunjung ke Maycomb setiap liburan musim panas⸺Dill Harris.



Isu yang diangkat dari cerita ini adalah krisis keadilan antar ras dan perlakuan terhadap seorang yang dianggap melenceng dari kehidupan sosial di lingkungan masyarakat setempat. Tokoh yang membawakan konflik tersebut adalah Tom Robinson (si keturunan berkulit hitam) dan Arthur Radley⸺biasa dipanggil Boo Radley (yang memiliki kecenderungan menutup diri dari lingkungan sekitar).

Dua tokoh tersebut sebenarnya yang berperan penting dalam pembentukan karakter maupun pemikiran Jem dan Scout. Kedua tokoh tersebut juga yang mewakili arti dari Mockingbird itu sendiri. Dimana jika membunuh Mockingbird berarti mendapat dosa karena menghancurkan sosok yang tidak bersalah, karena Mockingbird tidak pernah merugikan manusia.

…..

“Kalian boleh menembak burung bluejay kalau bisa, tapi ingat, kalian berdosa apabila membunuh burung mockingbird.”

…..

Konflik dimulai ketika ayah Jem dan Scout⸺yang seorang pengacara⸺menjadi pembela seorang berkulit hitam, Tom Robinson. Yang sangat diyakini Atticus bahwa Tom tidak bersalah, meski dia pun tahu dia tidak akan bisa memenangkan kasus tersebut. Jem yang baru menginjak usia remaja awal, dan Scout yang masih kanak-kanak mulai mendapat cacian dan makian dari teman-teman maupun tetangganya. Bahkan dari keluarga besarnya sendiri karena Atticus membela seorang kulit hitam. Sering sekali ayah mereka mendapat julukan sebagai pecinta nigger (yang merupakan istilah rasis dan sebuah penghinaan besar).

Tetapi Jem dan Scout mampu mengendalikan diri pada awal-awal perlakuan itu karena nasehat bijak yang diberikan oleh Atticus. Bukan hanya sekedar caci maki dan kecaman, Atticus bahkan hampir dibunuh oleh kelompok yang tidak menyukainya karena membela Tom Robinson.

…..

Omong kosong tentang Atticus yang membela nigger yang diterima Jem mungkin sama banyaknya dengan yang kuterima, dan aku percaya bahwa dia bisa menahan amarahnya⸺sifat alaminya memang pendamai dan tidak gampang marah. Namun, pada saat itu, kupikir satu-satunya penjelasan untuk tindakannya adalah bahwa dia mengalami kegilaan sementara selama beberapa menit.

…..

Saya suka buku ini karena memberikan gambaran kepada para pembaca tentang perlakuan terhadap ras berkulit hitam di masa lampau. Dimana ras tersebut dipandang rendah dan mendapat perlakuan tidak adil dari berbagai pihak kulit putih yang menganggap derajat mereka lebih tinggi. Selalu dipandang sebagai ‘sampah’ dan tindak tanduknya selalu salah dimata orang-orang. Kebanyakan orang kulit putih berasumsi buruk kepada semua orang kulit hitam. Dan disini, hanya secuil orang seperti Atticus lah yang memiliki nurani yang waras.

…..

“Mereka memang berhak berpikir begitu, dan mereka berhak untuk dihormati pendapatnya,” kata Atticus, “tetapi sebelum aku mampu hidup bersama orang lain, aku harus hidup dengan diriku sendiri. Satu hal yang tindak tunduk pada mayoritas adalah nurani seseorang.”

…..

Buku ini tergolong cerita klasik tetapi tidak sebangsa Austen, Dickens, ataupun Shakespeare, dan lain-lain. Meskipun mengangkat isu tentang krisis keadilan terhadap ras berkulit hitam, menurut saya penelusurannya masih kurang mendalam tentang kelompok tersebut. Mungkin karena sudut pandangnya diambil dari kacamata seorang anak jadi pengetahuannya masih terbatas dan hanya menyerap hal-hal di sekitarnya.



Sebelum ulasan saya berakhir, saya akan memaparkan dulu tentang pembahasan beberapa tokoh di buku ini.

.

Pertama, saya akan membahas Scout, si pembawa cerita karena semua diambil dari sudut pandangnya yang lugu. Menurut saya, Scout adalah gadis kecil yang cerdas dan terkadang juga suka bersikap brutal menginggat dia itu masih bocah. Segala pemikirannya murni hasil serapan dari orang-orang disekitarnya karena dia masih dalam masa dimana lingkungan sangat membentuk dirinya saat itu.

Saya sering terkikik geli saat mendapati dia suka menghajar orang seperti dia lupa bahwa dia itu seorang perempuan, bukannya lelaki. Tetapi hal seperti itulah yang mengingatkan pembaca tentang kelakuan seorang anak kecil yang belum mengerti apa yang sedang dilakukannya. Apalagi Scout itu adalah si gadis tomboy.

Orang-orang juga sangat cerewet sekali tentang penampilannya yang tidak mencerminkan wanita terhormat, terutama bibinya, Alexandra (hanya karena Scout suka memakai celana, bukannya rok). Yang mulai memintanya berkelakuan selayaknya wanita terhormat di saat usianya yang masih sangat muda.

Dan satu hal lagi yang harus kalian ketahui tentang Scout adalah, bahwa bocah itu suka sekali membaca! Dia meniru kebiasaan ayahnya yang juga gemar membaca. (gemas, gemas, gemas!)

Kedua, ada Jem Finch, si kakak lelaki Scout yang baru mulai beranjak remaja yang lagi belajar jadi orang dewasa tetapi masih labil. (ini-saya-ngomong-apaan-sih?!)

…..

Jem berusia dua belas tahun. Susah hidup dengannya; dia tidak konsisten dan suasana hatinya sering berubah. Selera makannya mengerikan, dan berkali-kali dia bilang agar aku tak menggangunya, sampai aku berkonsultasi kepada Atticus, “Mungkin dia cacingan?” atticus bilang, tidak, Jem sedang tumbuh. Aku harus bersabar dan sesedikit mungkin menggangunya.

…..

Bahkan kelabilannya pun digambarkan sangat jelas dan sangat natural oleh penulis. Dimana dia berusaha menjadi kakak yang baik dengan caranya mengendalikan diri meski masih kacau. Tetapi dia selalu memberikan dukungan penuh terhadap apa yang telah di lakukan ayahnya ketika mulai memutuskan untuk membela seorang kulit hitam, walau mereka sendiri adalah seorang kulit putih.

Ketiga, Atticus Finch. Seorang pengacara yang cerdas, berkharisma, dan juga sosok ayah yang hangat untuk anak-anaknya. Saya nge-fans berat sama dia waktu baca buku ini! Sosok yang bijaksana dan juga pemberi nasehat terbaik. Sangat peduli terhadap pendidikan anak-anaknya. Berusaha bersikap adil di era di mana sentimental rasial terhadap warna kulit tengah mewarnai kehidupan masyarakat pada tahun 30-an.

Atticus membesarkan Jem dan Scout dengan dibantu Calpurnia⸺asisten rumah tangganya⸺sejak istrinya meninggal. Membesarkan kedua anaknya yang bandel dan suka ingin tahu urusan orang dewasa. Dan selalu bersikap bijaksana dalam situasi apapun.

Overall, SAYA SUKA BUKU INI!

Walaupun bab awalnya sangat lambat, itu bukan masalah buat saya. Karena disitulah kita mengenal tokoh-tokoh yang nantinya akan berpengaruh di puncak cerita.



Harper Lee berhasil mempertahankan kepolosan seorang anak dalam mempertanyakan sebuah arti keadilan hingga cerita berakhir. Bagus banget!

Sebenarnya masih banyak karakter yang bisa dibahas di review ini, tetapi saya cuma mengambil ketiga orang di keluarga kecil Finch untuk mengulasnya.

Continue reading To Kill a Mockingbird - Harper Lee

Sabtu, 12 September 2020

,

One of Us is Lying (Satu Pembohong) - Karen M. Mcmanus

 


Judul: One of Us is Lying (Satu Pembohong)

Penulis: Karen M. Mcmanus

Penerjemah: Angelic Zaizai

Penerbit: Gramedia Pustaka Utama

Tebal Buku: 408 halaman

Tahun Baca: 2020

My Ratings: 4.5⭐

 

Blurb:

Senin sore, lima murid memasuki ruang detensi.

Bronwyn, si genius, nilai akademis sempurna dan tidak pernah melanggar peraturan.

Addy, si cewek populer, gambaran sempurna pemenang kontes kecantikan.

Nate, si bandel, dalam masa percobaan karena transaksi narkoba.

Cooper, si atlet, pelempar bola andalan tim bisbol dan pangeran di hati semua orang.

Dan Simon, si orang buangan, pencipta aplikasi gosip terdepan memngenai kehidupan Bayview High.

Namun sebelum detensi berakhir, Simon tewas. Menurut para penyelidik, kematiannya disengaja. Apalagi kemudian ditemukan draft artikel gosip terbaru untuk ditayangkan pada Selasa, sehari setelah kematian Simon. Gosip heboh tentang empat orang yang berada dalam ruangan detensi bersamanya.

Mereka berempat dicurigai, dan semuanya punya rahasia terpendam. Salah satu diantara mereka pasti ada yang berbohong.

 

Review:

Pertama-tama sebelum baca buku ini, saya harus mikirin dulu daftar tokoh di dalam otak saya untuk menjalankan imajinasi. Dikarenakan sudut pandangnya berganti-ganti, itu adalah strategi saya agar tidak bingung saat membacanya. (tapi kalau kalian terserah sih mau gimana, asal paham aja)

Cerita ini dibawakan oleh semua sudut pandang orang pertama para tokohnya yaitu Bronwyn, Nate, Addy, dan Cooper secara bergantian.

Saya sendiri tidak menyangka bisa menyelesaikan buku ini dalam waktu yang cepat mengingat tebal bukunya yang lumayan.

Kisah bermula di Bayview High (sekolah) ketika Bronwyn, Nate, Addy, Cooper, dan Simon kena detensi karena katahuan membawa ponsel di kelasnya Mr. Avery (yang sebenarnya itu bukan ponsel mereka, entah gimana bisa berada di tas mereka).

Kemudian di ruang detensi, ada sebuah kejadian dan Simon Kelleher tiba-tiba mati karena reaksi alergi. Tentu saja semua kecurigaan mengarah pada Bronwyn, Nate, Addy, dan Cooper karena cuma mereka berempat yang ada disana waktu kejadian.

Ditambah lagi saat penyelidikan kematian Simon (si-narator-serba-tahu), terdapat bukti yang memberatkan mereka semua. Polisi menemukan entri yang belum sempat di post Simon di About That (aplikasi gosip buatannya) tentang rahasia mereka berempat. Itu membuat kecurigaan yang kuat sehingga mereka berempat dicurigai sebagai dalang atas pembunuhan Simon.

Para penyelidik menduga kejadian itu sebagai bentuk dendam dan ketidaksukaan karena Simon suka menyebarkan rahasia orang-orang di Bayview High di aplikasi ciptaannya itu. Walaupun gosipnya menggunakan inisial, semua orang di sana langsung tahu siapa yang sedang di jadikan bahan gosipan. Dan yang mengejutkan, semua gosip yang beredar itu selalu benar−entah gimana Simon bisa tahu.

Banyak kejadian akibat gosip yang Simon beberkan di aplikasinya itu menimbulkan hancurnya hidup dan mental orang-orang yang bersangkutan karena selalu menyinggung rahasia pribadi seseorang yang di gosipkan.

Pertanyaannya…

Siapakah orang dibalik kematian Simon?

Salah satu dari mereka pasti ada yang berbohong.

 

Waktu baca buku ini, saya langsung keinget sama film The Breakfast Club jika menyangkut tentang tokoh-tokohnya. Dan serial Pretty Little Liars yang sama-sama mengusung drama misteri remaja yang melibatkan kematian, polisi, dan hukum. Apalagi, karakter Bronwyn Rojas sama Spencer Hastings itu mirip banget!

 

Jadi, saya akan mulai membahas karakter-karakternya dulu.

 

Pertama, ada Bronwyn Rojas. Si cewek ambis yang selalu mendapat nilai akademis sempurna dan tidak pernah melanggar peraturan−seperti yang dituliskan di Blurb. Sampai ada kesalahannya yang dituliskan Simon di draft-nya (yang belum sempat terekspos, karena dia udah keburu mati) yang sangat disesali Bronwyn dengan melakukan kecurangan yang juga menyeretnya dalam kerunyaman kasus pembunuhan tersebut dan dapat memengaruhi lamaran kuliahnya nanti.

Jujur saja, saya suka sama karakter Bronwyn yang genius, cekatan, berpendirian, dan pemegang kendali penuh atas dirinya sendiri. Dia berasal dari keluarga terpandang yang mendidiknya untuk jujur dan bekerja keras−sama seperti kedua orangtuanya yang kompeten.

Dia juga tidak segan ikut turun tangan saat penyelidikan kasus pembunuhan Simon padahal dia kan enggak boleh karena dia juga salah satu dari tersangka. Tapi dia tetep nekat dan ngelakuin secara diam-diam.

Kedua, ada Nate Macauley. Cowok yang saya sukai di buku ini!!!

Dia tokoh yang gentle menurut saya walaupun gayanya emang berandalan, hahaha. Sering banget terlibat dalam transaksi narkoba sampai-sampai dia harus menjalani hukuman percobaan. Dia sebenarnya udah kenal Bronwyn sejak kecil tapi kayak orang nggak kenal gitu sampai mereka berdua sama-sama terjerat kasus pembunuhan tersebut. Lalu, saat menjalani penyelidikan inilah Nate dan Bronwyn terlibat perasaan.

…..

Namun masalahnya, aku memercayai dia. Aku takkan berlagak mengenal Nate luar-dalam setelah beberapa minggu, tapi aku tahu seperti apa rasanya sering mengucapkan suatu kebohongan kepada diri sendiri sehingga kebohongan itu menjadi kebenaran. Aku melakukannya, dan aku tidak pernah harus menjalani hidup dengan seluruh kemampuanku sendiri.

…..

Aww, saya suka banget sama interaksi mereka berdua di cerita ini. Mereka manis banget dan pendekatannya itu sangat natural, huhuhu.

Oh ya, Nate punya peliharaan reptil yang terinspirasi dari sosok pendiri Marvel yaitu, Stan dari Stan Lee!

…..

Waktu umurku Sembilan dan tergila-gila pada reptilia, Mom mengejutkanku karena memasang terarium berisi naga jenggot di ruang duduk. Kami menamainya Stan dari Stan Lee, dan aku masih memilikinya. Makhluk seperti itu hidup lama.

…..

Meski latar belakang mereka berdua beda banget. Karena Bronwyn berasal dari keluarga terhormat sedangkan Nate dari keluarga yang sangat berantakan. Tidak menghentikan langkah mereka untuk mendukung satu sam lain. Aaahhhh, keren abis!

…..

“Aku tahu. Itu−ya Tuhan, aku bahkakn tidak bisa menjelaskannya, Bronwyn. Kau hal terbaik yang pernah terjadi padaku, dan itu membuatku ngeri. Kupikir aku akan menghancurkanmu. Atau kau akan menghancurkanku. Begitulah kecenderungan yang terjadi di keluarga Macauley. Tapi kau tidak seperti itu.” Dia menghembuskan napas kuat-kuat dan suaranya memelan. “Kau tidak seperti siapapun. Aku sudah tahu itu sejak kita masih kecil, dan aku hanya−aku mengacau. Aku akhirnya punya kesempatan bersamamu dan aku mengacaukan semuanya.”

…..

Nate, I LOVE U SO MUCH, lah pokoknya!!!!! HAHAHA.

Ketiga, sosok Addy Prentiss. Si otak udang yang mau-mau aja hidupnya di kendalikan sama pacar brengseknya si-maniak-kontrol-munafik.

Selama masih pacaran dengan Jake Riordan, nggak ada satupun pikiran di kepala Addy kecuali tentang pacarnya dan kekuasaan picik tentang kepopuleran disekolah dengan seluruh teman-temannya.

Addy dalam cerita ini digambarkan sebagai cewek cantik yang lumayan seksi. Tapi selain itu, enggak ada lagi yang bisa ditawarkan. Sampai di akhir cerita atas semua hal yang menimpa dalam hidupnya, dia berubah jadi sosok pemberontak tangguh dalam penyelidikan kasus pembunuhan Simon.



Saya suka sama pembangunan karakter Addy yang akhirnya bisa lepas dari kontrol dan menjalani hidup atas kemauannya sendiri. Supercool!

Terakhir, ada Cooper Clay. Saya malah keinget sama tokoh Ken di film Barbie saat baca bagian dia, hahaha (enggak tahu kenapa, padahal nggak ada mirip-miripnya).

Saya tidak terlalu terkejut saat tahu bahwa rahasia yang dimiliki Cooper adalah orientasi seksualnya yang ternyata melenceng, uhuk! Pantas saja dia enggak berbuat macam-macam saat masih bersama pacar wanitanya karena ternyata itulah masalah dalam dirinya (kalian tahu kan saya ngomong apa?! Intinya-orang-luar-kan-sudah-biasa-melakukan-hal-begituan-meski-statusnya-masih-pacaran).

Dia sebenarnya anak baik-baik kok. Cuman ya, itu aja masalah buat dia. Awalnya, ayah Cooper menentang habis-habisan soal gay. Bahkan sebelum Cooper memberitahu keluarganya tentang orientasi seksualnya, ayahnya selalu berpendapat buruk tentang itu. Tapi keadaan mulai membaik di akhir cerita.

OMGGGHG!!!

Pokoknya, SAYA SUKA BANGET BUKU INI! Kayaknya dimasa mendatang, saya bakalan baca lagi, deh. Soalnya, setiap rangkaian peristiwa yang disajikan emang keren banget!

Cara mereka mengusut dan memecahkan misterinya beneran patut diacungi jempol. TWO THUMBS UP!👍👍

Walaupun begitu, tidak menutupi kenyataan bahwa versi terjemahan buku ini masih terdapat beberapa typo dan penggunaan kata yang kurang tepat. Tapi enggak apa-apa kok, sebagian besar masih bisa di pahami pembaca. Jadi enggak damage banget, wkwk.

Honestly, I NEED THE MOVIE OR A TV SERIES FOR THIS STORY!!!! (denger-denger sih mau dibuatin series gitu, tapi belum tahu juga deh)

Buat Nate sama Bronwyn, I really ship them together! 

Udah ah, byeeeee!💕

Continue reading One of Us is Lying (Satu Pembohong) - Karen M. Mcmanus

Sabtu, 05 September 2020

,

Jakarta Sebelum Pagi - Ziggy Zezsyazeoviennazabrizkie

 

Sumber gambar: Google

Judul: Jakarta Sebelum Pagi

Penulis: Ziggy Zezsyazeoviennazabrizkie

Penerbit: Grasindo

Tebal Buku: 280 halaman

Tahun Baca: 2020

My Ratings: 4.5⭐

 

Blurb:

“Jam tiga dini hari, sweater, dan jalanan yang gelap dan sepi … Ada peta, petunjuk; dan Jakarta menjadi tempat yang belum pernah kami datangi sebelumnya.”

Mawar, hyacinth biru, dan melati. Dibawa balon perak, tiga bunga ini diantar setiap hari ke balkon apartemen Emina. Tanpa pengirim, tanpa pesan; hanya kemungkinan ada stalker mencurigakan yang tahu alamat tempat tinggalnya.

Ketika–tanpa rasa takut–Emina mencoba menelusuri jejak sang stalker, pencariannya mengantarkan dirinya kepada gadis kecil misterius di toko bunga, kamar apartemen sebelah tanpa suara, dan setumpuk surat cinta berisi kisah yang terlewat di hadapan bangunan-bangunan tua Kota Jakarta.

 

Review:

Saya nggak heran kenapa buku ini bisa menyandang gelar, Karya Fiksi Terbaik Indonesia 2016 Versi Majalah Rolling Stone. Walaupun saya ketinggalan banget karena baru baca buku ini di tahun 2020, tapi saya merasa cukup bangga karena berkesempatan dapat membaca buku ini. (Lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali kan?)

Habisnya, sang penulis sendiri, yaitu kak Ziggy Zezsyazeoviennazabrizkie menuliskan dengan cara berkisah yang unik. Saya kira, itu nama samaran apa gimana soalnya panjang banget, hohoho. Dan ternyata bukan dong, itu nama aslinya kak Ziggy ternyata (dan saya baru tahu).

Tapi, nama Kak Ziggy tidak terlalu mengherankan saya jika itu nama asli seseorang. Malahan nama tokoh fiksi Dumbledore-lah yang pertama kali membuat saya heran (emang, ini emang nama kepala sekolah Hogwarts itu, loh). Yaitu, Albus Percival Wulfric Brian Dumbledore!

Tunggu, tunggu,

Kok jadi ngelantur gini, sih?!

Oke, lanjut...

Pertama, saya akan membahas tokoh Emina (iya, ini nama orang kok, bukannya nama merk kosmetik) di dalam buku ini. Nama panjangnya Emina Nivalis, si tokoh utama sekaligus pembawa cerita karena semua diambil melalui sudut pandangnya. Dia sosok yang easy going, lucu sekaligus konyol disaat yang bersamaan, dan juga superunik. Tidak jarang dia membuat saya tertawa ngakak atas semua tingkah dan pemikirannya yang tak biasa.

…..

Tapi, tumbuh besar di keluargaku berarti harus menguasai cara komunikasi alternatif. Sementara itu, Datuk sudah malas menggerakkan bibir sejak 1813, jadi aku sudah fasih mengartikan geraman dan dengusannya sejak lahir.

…..

Contohnya aja saat di awal cerita, dia mendiskripsikan kehidupan masyarakat kelas pekerja di Jakarta seperti hewan yang sering dijadikan sasaran kesinisan manusia, yaitu babi. Emina bisa mendapatkan ide itu dari buku yang habis dia baca omong-omong, judulnya Animal Farm karya George Orwell−yang dia pinjam dari rumah Pak Meneer.

Dimulai dari dia yang menggambarkan Nissa−teman kantornya−sebagai yan pi (kulit dim sum yang terbuat dari daging babi yang dipukul-pukul dan dicampur dengan tepung, lalu ditipiskan dan di jemur) karena aktivitas rutin temannya itu naik kereta saat berangkat kerja−yang berarti seperti ditipiskan karena desakan-desakan manusia didalamnya. Lalu dijemur dibawah terik dan panasnya matahari Ibu Kota, dan jadilah dia menjuluki temannya sebagai Nissa-the-Yan-Pi. Tidak berhenti disitu, Emina sendiri menamai dirinya sebagai babi asap (karena dia tidak ikut berdesakan di kereta dan hanya dijemur di bawah terik matahari).

KURANG ANEH GIMANA COBA?! (Saya aja harus mikir dulu sebelum ngerti jalan pikiran dia).

Jakarta Sebelum Pagi bercerita tentang Emina, wanita kantoran yang hidup di tengah keramaian Ibu Kota dengan hidup (yang menurut saya sedikit menyedihkan karena dia selalu saja mengharapkan makanan gratisan dan mungkin juga sedikit kesepian sebelum si stalkernya ketahuan) mandiri.

Orangtuanya sudah meninggal, dan keluarga yang dia punya hanyalah Datuk, sang Nenek, dan Nin (adik perempuan dari Datuknya). Ketiga orang tua itu hidup di dalam satu rumah yang dia sebut sebagai “Rumah Para Jompo”. Tiap kali Emina berkunjung pada akhir pekan, dia selalu menyempatkan diri untuk juga berkunjung ke rumah Pak Meneer yang-ternyata-bukan-Pak-Meneer, yaitu sosok kakek-kakek bule kece yang juga termasuk Geng Para Jompo−tetangga di sebelah rumah mereka.

…..

Dulu, aku lebih sering memanjat dinding untuk berpindah rumah. Tapi, setelah merusak bunga-bungaan Pak Meneer, akses dinding dicabut, dan aku harus keluar masuk lewat pagar layaknya manusia terhormat.

…..

Lalu, keanehan dimulai saat ada yang mengiriminya bunga hyacinth, melati, dan mawar dengan balon perak yang diterbangkan dari bawah ke balkon apartemennya sejak minggu sebelumnya. Temannya−Nissa, mengatakan itu adalah sebuah perilaku penguntitan a.k.a yang dilakukan oleh seorang stalker.

Maka, mulailah dia dengan melakukan penyelidikan yang membawa Emina berkenalan dengan gadis cilik keturunan Jepang-Arab yang bernama Suki−adik dari pemilik toko bunga di depan menara apartemennya. Si dedek-dedek pintar yang tingkah laku dan pemikirannya mirip dengan karakter fiksi anak di film-film AI.

…..

Aku menemukan Suki dibalik food case, seperti biasa. Dia tampak kaget, tapi bibirnya tetap menutup rapat. Kenapa sih dia nggak jerit-jerit seperti anak kecil pada umumnya? Mungkin anak SD zaman sekarang memang jaim seperti ini. Nggak asyik. Waktu aku SD, keterkejutan dideskripsikan dengan cara kayang atau roll depan.

…..

HAHAHA! Kalau gitu, untuk yang kedua saya akan mulai membahas tokoh Suki. Omong-omong soal Suki, saya suka tipe bocah kayak dia yang tergolong pintar, cekatan, dan memiliki pemikiran seperti layaknya orang dewasa (meskipun sebenarnya agak menyebalkan), yang memiliki ketertarikan terhadap teh dan upacara minum teh khas Jepang−dan ternyata bocah itu adalah antek-antek si stalker.

Dan sosok Suki ini jadi mengingatkan saya dengan karakter Margo di Despicable Me, atau mungkin Lyanna Mormont di GOT, atau bahkan Wednesday Addams!

Oke, oke, meski si Suki tidak se-mengerikan dia, tapi saya selalu teringat karakter-karakter itu setiap membaca perwatakan Suki, hehehe. :D

Udah yuk, lanjut…

Dari si Suki, Emina kemudian berkenalan dengan Abel−yang ternyata adalah cucu dari Pak Meneer yang-ternyata-bukan-Pak-Meneer, yang mempunyai fobia terhadap suara dan sentuhan.

Sebenarnya waktu baca pada bagian itu, saya memiliki pemikiran dan pertanyaan yang sama dengan Emina yaitu, ‘Kenapa dia punya fobia yang aneh-aneh, sih?’

Tapi kemudian pertanyaan itu terjawab karena ternyata oh ternyata, Abel dulunya adalah anak korban perang saudara di Aljazair (kalau yang ini beneran menyedihkan sih).

Hubungan yang aneh pun terjalin karena mereka memutuskan untuk menyelidiki surat-surat yang selalu dia temukan di bagian belakang buku kakeknya−pak Meneer. Dengan menjelajahi kota Jakarta masa kini, mereka selalu pergi ke tempat-tempat itu pada dini hari (karena pada waktu itu, Jakarta tidak seramai waktu siang jadinya agak aman buat Abel) yang mereka sebut dengan Midnight Excursion.

…..

“Kamu tahu nggak, trotoar itu diambil dari bahasa Prancis−trottoir?”

“Dan kamu tahu nggak, ‘pedagang kaki lima’ disebut begitu karena trotoar seharusnya dibangun selebar lima kaki?” kataku, nggak mau kalah. Aku tahu cerita itu dari dosen, dan kuklarifikasi ke Pak Meneer (yang ternyata bukan Pak Meneer).

…..

 Hingga semua petunjuk di setiap surat yang ditemukan itu membawa mereka untuk mengetahui rahasia besar Pak Meneer yang selama ini tersimpan dirumahnya. Dan Emina tahu alasan kenapa Pak Meneer selama ini selalu menyuruhnya untuk membaca buku dari perpustakaan miliknya.

…..

“Dia bilang, ini diambil dari buku karangan Philippa Pearce.”

Pak Meneer memandang Suki dan tampak terkesan. “Kamu sudah baca itu?” Lalu, dia merengut ke arahku.  “Saya sudah menyuruh kamu baca itu.”

…..

Buat yang ketiga, tokoh Abel, Abel Fergani−si-pengidap-fobia-aneh-aneh. Menurut saya porsinya pas di buku ini dan tidak terkesan dilebih-lebihkan oleh penulis. Jadi sosok Abel ini nggak kelihatan lebay, walau dia punya trauma level kronik begitu. Tidak seperti tokoh lain yang kalian temukan di cerita-cerita fiksi pada umumnya.

Nah, apa yang terjadi selanjutnya?

Jeng!

Jeng!

Jeng!

Silahkan baca sendiri bukunya! Dijamin bakal kesemsem sama ceritanya!

Tapi, ending dari cerita ini nggantung dan meninggalkan banyak pertanyaan yang masih bersarang di kepala saya. Terus, banyak terdapat percakapan dalam bahasa Inggris yang saya yakin membuat orang awam pasti mikir keras buat paham maksudnya. Walaupun saya juga tahu, disitu letak seninya.

Overall, SAYA SUKA SAMA BUKU INI! Dari segi penyampaiannya, plotnya, dan karakternya semuanya benar-benar, WOW!

Sosok Emina dengan segala macam ke-babi-annya (note: ini bukan sebuah umpatan!). Suki dengan segala ke-jaim-annya sebagai bocah SD yang bahkan belum menginjak usia ABG. Dan Abel yang, ehem… saya sedikit sulit buat mendeskripsikan sosoknya, tapi saya sukaaa!

Udah ah, saya kira review kali ini udah cukup panjang. Jadi nggak perlu saya tambahin lagi biar nggak tambah panjang-panjang.

Makasih udah mampir di blog saya. Babay! J
Continue reading Jakarta Sebelum Pagi - Ziggy Zezsyazeoviennazabrizkie

Minggu, 30 Agustus 2020

,

Jika Kita Tak Pernah Jatuh Cinta - Alvi Syahrin

 

Sumber gambar: Google


Judul: Jika Kita Tak Pernah Jatuh Cinta

Penulis: Alvi Syahrin

Penerbit: Gagas Media

Tebal Buku: 224 halaman

Tahun Baca: 2020

My Ratings: 4.0⭐

 

Blurb:

Terkadang, cinta memang sakit dan rumit. Namun, bisa pula membuat bahagia dan senyum tidak ada habisnya. Keduanya bersimpangan, tetapi pasti kita rasakan.

Jika Kita Tak Pernah Jatuh Cinta dituliskan untukmu yang pernah merasa terpuruk karena cinta, lalu bangkit lagi disebabkan hal yang sama.

 

Review:

Awalnya, saya mengira buku ini pasti menceritakan tentang kisah cinta dua sejoli yang menye-menye lalu berakhir dengan penyesalan atau semacamnya, soalnya dari judul dan blurb-nya aja begitu.

Tapi enggak! Salah besar kalau saya masih mikir gitu. Karena nyatanya, saya sudah baca habis dan lagi-lagi menemukan buku dengan banyak pesan yang diberikan dalam sebuah tulisan kepada para pembacanya. Keren banget, deh, ah!

Di dalam buku ini, saya menemukan banyak kisah cinta yang dituliskan ke dalam berbagai sudut pandang. Dari yang merasakan cinta pertama, cinta ditolak, cinta dalam diam, kisah cinta yang tidak sehat, sampai kisah cinta beda agama pun ada, dan pastinya masih banyak lagi.

…..

Mengapa kau menanti bunga darinya bila kau bisa menanam bungamu sendiri?

…..

Saya yang tidak mengerti tentang percintaan pun mulai bisa memahami apa yang dirasakan teman-teman saya ketika mereka menjalin hubungan. Soalnya, beberapa kisah mereka ada yang mirip-mirip sih di buku ini. Kayaknya si penulis sendiri berpengalaman banget deh tentang beginian. Pasti selain dia pernah merasakannya, si penulis juga membuat pengamatan tersendiri tentang pacarannya anak-anak jaman sekarang yang cenderung tidak sehat.

Contoh kecil aja, nih, ya, yang sering saya temui. Saya sering banget ketemu dan lihat muda-mudi yang lagi boncengan motor di jalan. Si cewek suka nemplok di punggung cowoknya udah kayak cicak nempel di tembok. Seolah-olah, dia udah ngegantungin dan pasrahin seluruh hidupnya sama si lelaki. Padahal mereka masih muda banget, bisa dibilang masih seukuran remaja tanggung. Sayang banget sih L

…..

Mencintai terasa seperti bermain judi. Semakin banyak yang kau beri, semakin banyak kerugian yang mungkin kau dapatkan.

…..

Saya bingung harus ngomong apa lagi. Pokoknya, buku ini mengajarkan kita bahwa hidup tidak hanya melulu soal mencinta dan dicintai. Masih banyak hal penting yang harus dikejar selain mendapatkan cinta dari orang lain.

 

…..

Selama ini, society dan media selalu mendoktrin kita: Cinta adalah segalanya. Kemesraan di Instagram adalah relationship goals. Sendiri adalah sesuatu yang sering dipermalukan. Akhir bahagia adalah jika pasangan yang saling mencintai bersatu. Akhir buruk jika mereka berpisah−padahal, kan, belum tentu begitu.

…..

Buat kalian yang mau tahu lebih lanjut mengenai buku ini, silahkan baca sendiri, ya! Selain membahas cinta di persoalan duniawi, buku ini juga mengingatkan tentang kadar kedekatan kita dengan Tuhan yang diberikan melalui beberapa penggalan ayat dalam Al-Quaran. Dijamin banyak pesannya dan nggak bakalan nyesel udah baca buku ini. Sekaligus bisa banget buat renungan ke diri kita.

Oh, iya. Buat kak Alvi, makasih udah nulis buku ini. J


Continue reading Jika Kita Tak Pernah Jatuh Cinta - Alvi Syahrin
,

The Number You Are Trying to Reach is Not Reachable - Adara Kirana

Sumber gambar: Google

Judul: The Number You Are Trying to Reach is Not Reachable

Penulis: Adara Kirana

Penerbit: Bukune

Tebal Buku: 298 halaman

Tahun Baca: 2019

My Ratings: 4.0⭐

 

Blurb:

Kata orang-orang, aku ini genius dan kelewat serius.

Oke, memang koleksi piala dan medali olimpiadeku sedikit lebih banyak dari jumlah perempuan yang dilirik Zeus. Aku masih seusia anak kelas sepuluh, tapi sudah ikut beberapa try out dan SBMPTN, dan dapat nilai paling tinggi.

Namun, Kak Zahra−guru homeschooling-ku menganggapku perlu bersosialisasi. Katanya, biar “nyambung” sama orang-orang.

Untuk apa? Aku punya temen kok: Mama, Kak Zahra, Hera, dan… saudara-saudara yang sering kulupa namanya.

  

Review:

HAH! Bombastis abis pokoknya! Saya baru tahu buku ini sekitar awal tahun 2019 lalu kayaknya (kalau enggak salah ingat). Dan sampai sekarang pun terkadang saya masih suka baca ulang kalau mulai kangen sama sosok Aira dan kisahnya yang cenderung aneh dan ajaib. Iya, fokus cerita memang tertuju sama Aira, si genius yang enggak bisa bersosialisasi dengan baik karena dia kelewat pintar dan dari kecil sudah terbiasa belajar di rumah karena dia memang homeschooling (itu juga salah satu alasan karena dia enggak cocok sama orang-orang disekitarnya), dan sudut pandangnya pun juga diambil dari si Aira ini.

Pokoknya, saya suka banget sama cara kak Adara yang mengangkat permasalahan yang terjadi pada beberapa remaja sekarang yang diwakilkan oleh sosok Aira dalam cerita ini, yaitu kurang bisa bersosialisasi. Saya merasa ada kemiripan antara tokoh Aira dengan diri saya sendiri (walaupun saya tidak se-genius dan seambis dia) dalam hal bersosialisasi di sekitar.

Mamanya, guru homeschooling-nya, bahkan saudari tirinya pun bilang kalau sosialisasi itu penting. Seperti yang dibilang sama Kak Zahra, guru homeschooling-nya, “… Percuma kalau kamu pintar, tapi kamu enggak bisa bersosialisasi dengan baik.”

Dan juga, “… Dunia ini luas dan kakak yakin kaki kamu enggak mungkin melangkah di sini-sini aja. Kamu pasti bakal melangkah jauh. Satu teman saja enggak cukup buat dunia yang luas ini, Aira.”

Singkat cerita, Aira akhirnya mau masuk sekolah resmi agar dia bisa mengikuti olimpiade yang hadiahnya buku The Thirteen Books of Euclid’s Elements hasil terjemahan Thomas Heath (buku aslinya ditulis oleh matematikawan Yunani bernama Euklides di awal abad ke-3 SM) yang dia idam-idamkan. Tapi selama dia masuk SMA, ternyata ada hal lain yang enggak bisa dia pelajari dan dapatkan dari buku-buku tebalnya itu. Aira punya beberapa teman, bisa belajar merelakan sesuatu demi sahabatnya, dan menjalin hubungan dengan seseorang yang disebut pacaran.

Dari judulnya aja saya sudah curiga pasti ada sesuatu yang berhubungan dengan panggilan. Dan ternyata, itu merujuk pada sosok Arka (guru kelas tambahan di sekolahnya, yang pastinya bukan guru resmi karena dia masih kuliah dan magang disitu). Si Arka ini naksir duluan sama Aira, karena baginya Aira itu seperti nomor yang sulit diraih. Pembicaraan mereka pun juga awalnya dari salah sambung gara-gara Aira salah pencet nomor gurunya itu. Tapi mereka malah keterusan ngobrol dan senang membahas beberapa buku klasik bersama.

…..

“Kamu inget kan, saya pernah bilang kamu itu kayak mawar oranye? Ingat artinya apa? Rasa antusias dan semangat. Saya lihat itu ada di dalam diri kamu, Aira. Pakai itu buat angkat panggilan orang-orang.”

…..

Saya sempet galau berhari-hari karena baca buku ini. Satu-satunya hal yang enggak terelakan buat saya yaitu kisah Aira dan Arka yang malah enggak bisa bareng. Arka mulai menghindar karena dia perlu banyak waktu buat netralin perasaan dia ke Aira. Dan Aira merasa dia telah kehilanggan sosok Arka sebagai temen ngobrolnya sekaligus orang pertama yang enggak nganggep dia aneh karena ke-geniusannya itu.

…..

“Enggak bakal ada novel Dickens lagi? Sidney Carton?”

Arka tersenyum sambil menatapku. “Saya bakal terus keinget sama kamu setiap lihat A Tale of Two Cities, Aira. Dan sebelum setiap novel saya ada wajah kamu, lebih baik berhenti disini, kan?”

…..

ARGHHHHH!!! Udah ah, daripada nyesek sendiri, saya akhirnya bisa nerima tuh takdir mereka berdua walau masih sedikit tidak terelakan. Dalam buku ini, banyak banget pesan moral yang bakal kita dapet walau dikemas dalam cerita remaja. Bahwa setiap perubahan itu tidak selalu menakutkan, iya sih perubahan memang menakutkan. Tapi, itu adalah bagian dari hidup−bagian dari tumbuh besar. Perubahan juga dapat menunjukkan siapa diri kita sebenarnya. Dan sekarang, Aira juga sudah mau mengangkat panggilan orang-orang karena dia tahu bahwa menyamakan setiap orang yang dia temui itu adalah sebuah kesalahan besar.

…..

Aku melupakan kata-kata Plato, “Be kind for everyone you meet, is fighting a hard battle.”

…..

Dibalik kekaguman saya sama buku ini, ada hal yang sangat menganggu saya dalam menelusuri setiap ceritanya. Cara Aira mendeskripsikan dirinya sendiri yang selalu dipandang aneh itu ditegaskan secara berulang-ulang, dan saya enggak suka itu. Banyak pernyataan ‘aneh’ yang keluar dari mulut Aira dan itu membuat saya muak. Iya, saya tahu kalau dia ingin pembaca tahu bahwa sosok Aira itu si genius aneh. Tetapi jika itu disebut secara terus-terusan, malah kesannya sangat berlebihan dan tidak menarik lagi buat saya. L

Ugah gih, buruan kalian pada baca buku ini! Ada bahasa gaul juga yang bakal diajarin sama bapak guru Rio, wkwkwk. Babay!

 

Continue reading The Number You Are Trying to Reach is Not Reachable - Adara Kirana

Minggu, 16 Agustus 2020

Dear You

Satu minggu lebih setelah kecelakaan yang menimpaku. Aku kembali lagi dalam lingkungan sekolah setelah melewati masa pemulihan. Meskipun rasa nyeri masih bersarang di tubuhku, aku berusaha untuk terlihat senormal mungkin didepan ayah dan ibu. Aku telah membuat mereka meninggalkan pekerjaan mereka akhir-akhir ini karena mereka lebih memilih untuk merawatku daripada harus meninggalkanku sendirian dalam melewati masa kritis.

Aku merasa sangat berdosa karena telah membuat mereka bekerja dua kali lebih banyak hanya untuk menjagaku. Ibuku, dia begitu halus dan lembut, walau terkadang sikapnya yang disiplin harus dia tunjukkan karena aku yang kadang suka menentang seluruh perhatian yang dia berikan padaku. aku tetap menyayanginya. Ayahku, yang sering memiliki perbedaan pendapat denganku, tidak begitu menunjukkan sikap kerasnya lagi saat ini. Tapi tetap saja, walau tanpa kemiripan dasar antara sifat kami, wajahku telah mencerminkan dirinya sampai tingkat tertentu karena dia ayah biologisku.

Pagi ini dia mengantarku untuk kembali bersekolah setelah cuti sakitku. Kulihat sorot ketidak yakinan masih terpancar di wajah tuanya. Kuberikan seulas senyuman untuk meyakinkan bahwa aku baik-baik saja. Sebenarnya alasanku kembali sekolah secepat ini bukan hanya semata-mata agar bisa kembali beraktivitas seperti biasanya, melainkan untuk segera menemui lelaki itu lagi. Apa dia masih disana? Kuharap begitu.

Saat berjalan memasuki area sekolah, banyak pasang mata memandangku dengan tatapan yang berbeda-beda. Sebagian dari mereka menyapaku dan kubalas dengan sebuah anggukan. Di depan kelas, aku sudah disambut dengan semangat oleh teman-temanku yang menurutku superheboh dan sangat berisik seperti biasanya.

            “Ya ampun, temenku masih hidup!”

Begitulah kira-kira sambutan yang kudapatkan saat memasuki kelas. Walaupun kebanyakan dari mereka adalah manusia paling aneh dan superjayus yang pernah kutemui. Aku tetap menyayangi seluruh temanku yang begitu peduli satu sama lain.

Selama pelajaran berlangsung, pikiranku melayang pada lelaki yang dua minggu lalu telah menjadi teman obrolanku. Kuharap dia masih berada disana meskipun setelah ketiadaanku yang cukup lama itu bisa membuatnya pergi. Sebelum memutuskan untuk menemuinya, aku harus menolak ajakan teman-temanku yang memaksa untuk ikut ke kantin. Tapi itu semua sudah berhasil kulewati karena nyatanya sekarang aku berada disini. Aku menyukai tempat ini karena sangat jauh dari keramaian para siswa sekolah. Sebelum kedatangan sosok itu yang notabenya adalah murid baru, aku sering menggunakannya untuk membaca buku yang kubawa dari rumah sendirian.

Aku mengedarkan pandangan kesekeliling berharap orang yang telah menemani jam-jam istirahatku dua minggu lalu akan berada disini. Seorang murid pindahan dari sekolah luar yang telah menjadi teman baruku. Lelaki pendiam itu biasanya menghabiskan jam istirahatnya hanya untuk tidur siang atau kadang membicarakan buku yang pernah kami baca.

Hingga akhirnya, aku menemukannya. Disana, di pojok rooftop yang terdapat sofa usang tempat kami biasa berbagi tempat duduk. Dia memandangku, mata hitamnya berbinar redup menatap mataku lurus.

Aku berjalan mendekatinya dan mengambil duduk di sampingnya. Dalam genggamannya terdapat sebuah buku, aku memperhatikan. Walaupun kami sudah beberapa kali membicarakan buku-buku bersama, tak pernah sekalipun sebelumnya hingga hari ini dia membawa buku kemari bersamanya.

            “Radio Silence?” tanyaku melihat judul buku yang tengah di pegangnya.

Dia melemparkan senyuman tipis kearahku sambil mengangkat buku itu.

            “Untukmu.” Ucapnya lalu menaruhnya di tanganku. Aku mengernyitkan dahi kearahnya tidak mengerti.

            “Hadiah dariku atas kesembuhanmu. Maaf karena aku sudah membuka pembungkusnya, seharusnya tidak kulakukan.” Katanya terus terang.

Aku melihatnya tidak percaya. Kenapa dia sampai merepotkan diri hanya untuk meberiku ini. Tetapi senang rasanya bisa melihatnya tampak manusiawi saat didepanku. Dia tersenyum dan kadang tertwa tertahan saat bertukar pendapat yang kadang menurutnya lucu.  

            “Terima kasih. Aku akan segera membacanya setelah menyelesaikan bukuku yang lain.”

Dia masih tersenyum lalu mengangguk sebagai jawaban. Di sisa waktu ini, kami berbincang dimulai dari aku yang menanyakan alasan dia pindah kesini. Karena sebelumnya aku belum berani menanyakan itu padanya. Dan dia bilang, ibunya selalu memiliki alasan untuk membawanya pergi akhir-akhir ini. Aku tidak tahu apa masalahnya karena dia tidak menceritakannya, dan aku tahu jika meminta penjelasan lebih darinya itu berarti sangat tidak sopan karena telah menyangkut urusan pribadi keluarganya. Hingga saat dia menatap jam dipergelangan tangannya, perbincangan kami pun berakhir.

            “Ku kira kita harus pergi. Terima kasih telah menemaniku disini, sampai jumpa.”

Dia menepuk sebelah pundakku sebelum beranjak dari tempat duduknya dan meninggalkanku yang masih terdiam di sofa usang ini. Selang beberapa saat, aku juga bergegas turun menuju kelas sambil membawa buku yang diberikannya padaku tadi. Dia yang dikenal banyak orang karena keterdiamannya terhadap siapapun, mau berbagi pikiran denganku bahkan menunjukkan ekspresi berbeda saat bersamaku. Tanpa sadar aku tersenyum saat mengingatnya.

…..

 

Sehari berlalu setelah pertemuan kembaliku dengannya kemarin, kurasa semuanya berjalan normal seperti sebelumnya. Tetapi ada yang aneh dengan sikapnya hari ini. Dia tidak terlihat di rooftop saat jam istirahat tadi. Aku merasa dia malah menghindariku. Entah apa penyebabnya, yang jelas saat akan bersimpangan denganku di jalan, dia malah memilih berputar arah dan berpura-pura tidak melihatku.

Dan sekarang ini aku tengah mendapati sosoknya yang sedang duduk di bangku bawah pohon dekat lapangan basket. Sekali-kali pandangan kami bertemu. Aku heran, apa dia marah padaku? padahal kurasa tidak ada yang salah dengan pertemuan kami waktu itu. Malahan dia terlihat menimakti perbincangan kami. Saat aku melihatnya lagi, dia malah mengunci mataku dari kejauhan saat pandangan kami bertemu tanpa perlu melirik kanan kiri.

Hari demi hari berlalu, dan aku berniat untuk mempertanyakan ada apa dengan sikapnya itu. Tetapi hari ini dia tidak terlihat sama sekali. Bahkan saat aku menunggu di tempat favoritnya, dia tidak ada.

Apa dia sakit?

Apa dia marah padaku?

Semua pertanyaan itu terus bersarang di kepalaku hingga rasanya membuatku pusing. Entah sudah berapa hari dia menghilang. Aku hanya bisa mendesah lelah.

Aku kembali mengunjungi tempat favorit kami. Duduk diatas sofa usang yang sering kududuki bersamanya sambil membawa buku yang diberikannya padaku beberapa hari lalu. Kubuka lembar demi lembar buku yang kubaca sampai akhirnya terdapat secarik kertas yang terselip didalamnya. Aku membaca kalimat yang ditulis dengan tinta hitam itu. Seluruh tubuhku membeku. Tanpa sengaja aku melepas kertas itu dari tanganku.

“Hei, beberapa hari ini aku harus membantu menyelesaikan permasalahan ibuku. Dan aku akan ikut pindah lagi bersamanya. Maaf ya? Aku suka padamu.”

-Rangga

Continue reading Dear You
,

Buku Latihan Soal Mantappu Jiwa - Jerome Polin Sijabat

 

Sumber gambar: Google


Judul: Buku Latihan Soal Mantappu Jiwa

Penulis: Jerome Polin Sijabat

Penerbit: PT. Gramedia Pustaka Utama

Tebal Buku: 224 halaman

Tahun Baca: 2020

My Ratings: 4.0⭐

 

Blurb:

“Jadi ini buku soal latihan matematika ya, Jer?”

Bukan!

Kata orang, selama masih hidup, manusia akan terus menghadapi masalah demi masalah. Dan itulah yang akan kuceritakan dalam buku ini, yaitu bagaimana aku menghadapi setiap persoalan di dalam hidupku. Dimulai dari aku yang lahir dekat dengan hari meletusnya kerusuhan di tahun 1998, bagaimana keluargaku berusaha menyekolahkanku dengan kondisi ekonomi yang terbatas, sampai pada akhirnya aku berhasil mendapatkan beasiswa penuh S1 di Jepang.

Manusia tidak akan pernah lepas dari masalah kehidupan, betul. Tapi buku ini tidak hanya berisi cerita sedih dan keluhan ini-itu. Ini adalah catatan perjuanganku sebagai Jerome Polin Sijabat, pelajar Indonesia di Jepang yang iseng memulai petualangan di YouTube lewat channel Nihongo Mantappu.

Yuk, naik roller coaster di kehidupanku yang penuh dengan kalkulasi seperti matematika.

It may not gonna be super fun, but I promise it would worth the ride.

Minasan, let’s go, MANTAPPU JIWA!

 

Warning: Review ini mengandung Spoiler!

Review:

 Terus terang saja, saya membaca buku ini untuk yang kedua kalinya. Dan untuk yang kedua kalinya ini akhirnya saya memutuskan untuk membuat review. Tujuannya selain membantu orang yang sedang kebingungan memilih buku untuk dibaca, juga untuk mendokumentasikan hasil bacaan dari buku yang telah saya baca dalam bentuk tulisan.

Disini, Jerome memaparkan perjalanan hidupnya dari dia yang lahir berdekatan dengan kerusuhan besar-besaran pada tahun 1998. Lalu mimpinya sedari kecil yang sangat ingin pergi keluar negeri, yaitu dengan kuliah disana melalui beasiswa full yang diperjuangkannya mati-matian karena kondisi ekonomi keluarganya yang pas-pasan tidak mungkin bisa membiayainya. Hingga akhirnya, hasil kerja keras dan semua usaha yang dia lakukan berbuah manis dengan di terimanya dia di salah satu universitas terbaik di Jepang.

Saat membaca buku ini, saya belajar banyak dari seorang Jerome yang saya simpulkan bahwa dia termasuk sosok ambis yang selalu mendapat nilai bagus di sekolahnya. Karena tak lain dan tak bukan, semua usaha yang dilakukannya itu didasari oleh mimpinya sejak kecil agar bisa pergi keluar negeri seperti teman-temannya yang lain tetapi melalui jalan kuliah. Saya kagum bagaimana dia yang selalu melibatkan Tuhan dalam setiap langkah yang akan dihadapinya dan tak henti-hentinya berusaha sebaik mungkin dalam mengejar impiannya. Apalagi mimpi itu sudah dimilikinya sejak masih duduk di kelas dua SD! Bayangkan, untuk ukuran anak kecil yang sudah merencanakan mimpinya dari usia segitu, saya kira bakalan mudah berubah seperti halnya saya sendiri, hehehe. Karena saya ingat betul bagaimana saya yang masih kecil saat menentukan mimpi saya kedepannya itu malah selalu berubah-ubah. Pertama-tama, saya yang masih duduk di bangku TK bermimpi ingin menjadi seorang guru kelak ketika sudah dewasa, tetapi mimpi itu berubah saat saya masuk SD. Saya malah berkeinginan untuk menjadi dokter karena saya pikir dengan begitu saya bisa main suntik-suntik orang seenaknya (eh, enggak boleh gini loh ya!). Begitupun seterusnya hingga saya remaja, impian saya untuk masa depan masih berubah-ubah dan belum jelas L

Oke, balik lagi ke cerita Jerome. Di bukunya yang begitu menginspirasi para pembacanya ini, dia menceritakan tentang semua kerja keras yang dia jalani itu dia lalui bukan hanya semata-mata oleh kehebatan dan kerja keras dari dirinya sendiri, melainkan atas izin Tuhan dan dukungan dari keluarganya yang suportif untuk memperjuangkan mimpinya. Selain mengandung catatan perjalanan selama dia memperjuangkan beasiswa penuh, Jerome juga tak jarang menyelipkan soal matematika dan quotes ala dirinya sendiri dalam menghadapi permasalahan dengan tagar #rumusjerome. Tak lupa, gaya penulisannya dan caranya bercanda yang dia tuangkan disini, sama persis ketika dia ngomong (kalau kalian followers atau subscribers-nya pasti tahu, Jerome kan jokes banget orangnya walau kadang suka garing).  

Ada sebuah kata-kata yang saya suka dari buku ini. Dan kata-kata ini, Jerome tuangkan saat mengikuti lomba pidato di Jepang. Judulnya ‘Hal Kecil itu Penting’. Karena Jerome itu termasuk orang yang nggak bisa diem, suka mencoba hal baru, dan pastinya suka exploring, ikutlah dia lomba pidato itu. Dengan modal nekat dan keberanian karena kemampuan berbahasa Jepangnya masih sangat rendah (waktu itu dia baru belajar lima bulan sedangkan peserta lainnya sudah sangat pro dalam berbicara) tapi tentunya Jerome selalu percaya kebesaran Tuhan dalam kelancaran setiap langkahnya adalah yang paling penting. Begini, nih, kata-kata yang saya kutip dari bukunya:

 

“Aku percaya jika kita bisa bertanggung jawab atas hal kecil, kita juga bisa bertanggung jawab atas hal lebih besar. Tetapi jika kita tidak bisa bertanggung jawab atas hal kecil, kita tidak akan bisa bertanggung jawab atas hal lebih besar.”

 

Dari situ saya sendiri belajar untuk lebih memperhatikan dan lebih peduli lagi terhadap hal-hal kecil disekitar saya. Lanjut lagi soal perjuangan Jerome disini, yang akhirnya si Jerome Polin Sijabat ini diterima di Waseda University! Walaupun awalnya yang Jerome incar adalah Tokyo University, tetapi disitu dia sadar dan mulai menerima bahwa Roma yang dimaksud Tuhan belum tentu seperti Roma yang kita maksud. Pasti ada alasan kenapa Tuhan memilih jalan itu untuknya. Sampai mulailah Jerome telah disibukkan dengan kegiatan kuliah yang mengambil jurusan matematika terapan. Disitu dia mulai jenuh dan memulai buat beberapa video lucu yang dipostingnya di Instagram lalu menjadi hobi baru untuknya. Karena dia bisa menghibur orang lewat postingan tersebut dan dia rasa juga menyenangkan. Samapi akhirnya, Jerome membuat proyek YouTube Nihongo Mantappu yang dibantu oleh temannya hingga menghasilkan video pertamanya yang rilis pada desember 2017. Dengan konsistensi dan dukungan dari banyak pihak seperti keluarga dan para sahabat, Jerome tidak ingin membuat konten yang hanya bersifat kontroversial dan tidak mendidik, meski dia tahu itu akan membuat penonton videonya bertambah pesat, hati nuraninya selalu merasa tidak enak. Dia memikirkan apa yang akan terjadi dengan masa depan remaja dan Indonesia jika konten yang semacam itu selalu menjadi konsumsi banyak orang? Meskipun awalnya sempet nge-down, Jerome selalu mendapat dukungan dari orang-orang yang mengapresiasi konten-konten yang dia buat. Dari situ dia bersyukur dan bisa bertahan sampai saat ini.


“Karena ketika orang lain meragukan kita, siapa lagi yang percaya sama diri ini kalau bukan kita sendiri?” #rumusjerome


Hingga setelah berjalan beberapa lama, channel YouTube-nya bisa berjalan pesat berkat bantuan dari teman-teman dan tim-nya (melalui grup yang mereka buat berisikan orang-orang yang suka channel Nihongo Mantappu) dia bisa mencapai target 10.000 subscriber atas bantuan dan kerja sama tim itu.

Dan masih ada catatan perjalanan seorang Jerome Polin Sijabat di buku ini yang tidak akan saya paparkan lebih lanjut lagi. Silahkan kalian cari & baca bukunya, deh! Sangat bagus buat menginspirasi kalian yang sedang dalam masa memperjuangkan pendidikan dan masa depan. Cover dan ilustrasi di dalamnya juga sangat menarik dan colorful sehingga tidak akan membuat kita bosan saat menjelajah isinya. Bahwa intinya pelajaran yang bisa saya petik ketika membaca buku ini adalah, setiap mimpi itu layak diperjuangkan dan patut dibayar mahal. Dan jangan lupa untuk selalu menyertakan Tuhan dalam setiap langkah kita!

 

 “Ada hal yang tidak bisa kita control karena kita adalah manusia yang tebatas. Jadi, tugas kita adalah melakukan yang terbaik lalu menyerahkan sisanya kepada Tuhan.”  

#rumusjerome

“Apa yang kelihatan mustahil bagi manusia tidak mustahil bagi Tuhan, apa yang tidak pernah dilihat mata, didengar telinga, ataupun timbul di dalam hati manusia sekalipun, bisa diberikan Tuhan untuk kita.”

#rumusjerome

Saya jadi teringat perkataan guru saya dulu sewaktu di sekolah. Beliau bilang, “Kebanyakan orang sukses adalah orang yang mendekatkan dirinya dengan Tuhan. Manusia dengan keyakinan apapun, kalau sudah memliki koneksi yang baik dengan Tuhan-nya, semua yang kita hadapi di dunia pasti dimudahkan.”

Itu adalah kata-kata yang ingin terus saya jadikan pegangan untuk mengingatkan saya jika kita memiliki sang pencipta, Yang Maha Kuasa atas segala apapun di dunia.

Setelah baca buku ini, muncul suatu dorongan semu di dalam diri saya untuk terus berusaha mewujudkan sebuah impian. Semangat kita semua!!!💪😆😇

Continue reading Buku Latihan Soal Mantappu Jiwa - Jerome Polin Sijabat