Minggu, 30 Agustus 2020

,

Jika Kita Tak Pernah Jatuh Cinta - Alvi Syahrin

 

Sumber gambar: Google


Judul: Jika Kita Tak Pernah Jatuh Cinta

Penulis: Alvi Syahrin

Penerbit: Gagas Media

Tebal Buku: 224 halaman

Tahun Baca: 2020

My Ratings: 4.0⭐

 

Blurb:

Terkadang, cinta memang sakit dan rumit. Namun, bisa pula membuat bahagia dan senyum tidak ada habisnya. Keduanya bersimpangan, tetapi pasti kita rasakan.

Jika Kita Tak Pernah Jatuh Cinta dituliskan untukmu yang pernah merasa terpuruk karena cinta, lalu bangkit lagi disebabkan hal yang sama.

 

Review:

Awalnya, saya mengira buku ini pasti menceritakan tentang kisah cinta dua sejoli yang menye-menye lalu berakhir dengan penyesalan atau semacamnya, soalnya dari judul dan blurb-nya aja begitu.

Tapi enggak! Salah besar kalau saya masih mikir gitu. Karena nyatanya, saya sudah baca habis dan lagi-lagi menemukan buku dengan banyak pesan yang diberikan dalam sebuah tulisan kepada para pembacanya. Keren banget, deh, ah!

Di dalam buku ini, saya menemukan banyak kisah cinta yang dituliskan ke dalam berbagai sudut pandang. Dari yang merasakan cinta pertama, cinta ditolak, cinta dalam diam, kisah cinta yang tidak sehat, sampai kisah cinta beda agama pun ada, dan pastinya masih banyak lagi.

…..

Mengapa kau menanti bunga darinya bila kau bisa menanam bungamu sendiri?

…..

Saya yang tidak mengerti tentang percintaan pun mulai bisa memahami apa yang dirasakan teman-teman saya ketika mereka menjalin hubungan. Soalnya, beberapa kisah mereka ada yang mirip-mirip sih di buku ini. Kayaknya si penulis sendiri berpengalaman banget deh tentang beginian. Pasti selain dia pernah merasakannya, si penulis juga membuat pengamatan tersendiri tentang pacarannya anak-anak jaman sekarang yang cenderung tidak sehat.

Contoh kecil aja, nih, ya, yang sering saya temui. Saya sering banget ketemu dan lihat muda-mudi yang lagi boncengan motor di jalan. Si cewek suka nemplok di punggung cowoknya udah kayak cicak nempel di tembok. Seolah-olah, dia udah ngegantungin dan pasrahin seluruh hidupnya sama si lelaki. Padahal mereka masih muda banget, bisa dibilang masih seukuran remaja tanggung. Sayang banget sih L

…..

Mencintai terasa seperti bermain judi. Semakin banyak yang kau beri, semakin banyak kerugian yang mungkin kau dapatkan.

…..

Saya bingung harus ngomong apa lagi. Pokoknya, buku ini mengajarkan kita bahwa hidup tidak hanya melulu soal mencinta dan dicintai. Masih banyak hal penting yang harus dikejar selain mendapatkan cinta dari orang lain.

 

…..

Selama ini, society dan media selalu mendoktrin kita: Cinta adalah segalanya. Kemesraan di Instagram adalah relationship goals. Sendiri adalah sesuatu yang sering dipermalukan. Akhir bahagia adalah jika pasangan yang saling mencintai bersatu. Akhir buruk jika mereka berpisah−padahal, kan, belum tentu begitu.

…..

Buat kalian yang mau tahu lebih lanjut mengenai buku ini, silahkan baca sendiri, ya! Selain membahas cinta di persoalan duniawi, buku ini juga mengingatkan tentang kadar kedekatan kita dengan Tuhan yang diberikan melalui beberapa penggalan ayat dalam Al-Quaran. Dijamin banyak pesannya dan nggak bakalan nyesel udah baca buku ini. Sekaligus bisa banget buat renungan ke diri kita.

Oh, iya. Buat kak Alvi, makasih udah nulis buku ini. J


Continue reading Jika Kita Tak Pernah Jatuh Cinta - Alvi Syahrin
,

The Number You Are Trying to Reach is Not Reachable - Adara Kirana

Sumber gambar: Google

Judul: The Number You Are Trying to Reach is Not Reachable

Penulis: Adara Kirana

Penerbit: Bukune

Tebal Buku: 298 halaman

Tahun Baca: 2019

My Ratings: 4.0⭐

 

Blurb:

Kata orang-orang, aku ini genius dan kelewat serius.

Oke, memang koleksi piala dan medali olimpiadeku sedikit lebih banyak dari jumlah perempuan yang dilirik Zeus. Aku masih seusia anak kelas sepuluh, tapi sudah ikut beberapa try out dan SBMPTN, dan dapat nilai paling tinggi.

Namun, Kak Zahra−guru homeschooling-ku menganggapku perlu bersosialisasi. Katanya, biar “nyambung” sama orang-orang.

Untuk apa? Aku punya temen kok: Mama, Kak Zahra, Hera, dan… saudara-saudara yang sering kulupa namanya.

  

Review:

HAH! Bombastis abis pokoknya! Saya baru tahu buku ini sekitar awal tahun 2019 lalu kayaknya (kalau enggak salah ingat). Dan sampai sekarang pun terkadang saya masih suka baca ulang kalau mulai kangen sama sosok Aira dan kisahnya yang cenderung aneh dan ajaib. Iya, fokus cerita memang tertuju sama Aira, si genius yang enggak bisa bersosialisasi dengan baik karena dia kelewat pintar dan dari kecil sudah terbiasa belajar di rumah karena dia memang homeschooling (itu juga salah satu alasan karena dia enggak cocok sama orang-orang disekitarnya), dan sudut pandangnya pun juga diambil dari si Aira ini.

Pokoknya, saya suka banget sama cara kak Adara yang mengangkat permasalahan yang terjadi pada beberapa remaja sekarang yang diwakilkan oleh sosok Aira dalam cerita ini, yaitu kurang bisa bersosialisasi. Saya merasa ada kemiripan antara tokoh Aira dengan diri saya sendiri (walaupun saya tidak se-genius dan seambis dia) dalam hal bersosialisasi di sekitar.

Mamanya, guru homeschooling-nya, bahkan saudari tirinya pun bilang kalau sosialisasi itu penting. Seperti yang dibilang sama Kak Zahra, guru homeschooling-nya, “… Percuma kalau kamu pintar, tapi kamu enggak bisa bersosialisasi dengan baik.”

Dan juga, “… Dunia ini luas dan kakak yakin kaki kamu enggak mungkin melangkah di sini-sini aja. Kamu pasti bakal melangkah jauh. Satu teman saja enggak cukup buat dunia yang luas ini, Aira.”

Singkat cerita, Aira akhirnya mau masuk sekolah resmi agar dia bisa mengikuti olimpiade yang hadiahnya buku The Thirteen Books of Euclid’s Elements hasil terjemahan Thomas Heath (buku aslinya ditulis oleh matematikawan Yunani bernama Euklides di awal abad ke-3 SM) yang dia idam-idamkan. Tapi selama dia masuk SMA, ternyata ada hal lain yang enggak bisa dia pelajari dan dapatkan dari buku-buku tebalnya itu. Aira punya beberapa teman, bisa belajar merelakan sesuatu demi sahabatnya, dan menjalin hubungan dengan seseorang yang disebut pacaran.

Dari judulnya aja saya sudah curiga pasti ada sesuatu yang berhubungan dengan panggilan. Dan ternyata, itu merujuk pada sosok Arka (guru kelas tambahan di sekolahnya, yang pastinya bukan guru resmi karena dia masih kuliah dan magang disitu). Si Arka ini naksir duluan sama Aira, karena baginya Aira itu seperti nomor yang sulit diraih. Pembicaraan mereka pun juga awalnya dari salah sambung gara-gara Aira salah pencet nomor gurunya itu. Tapi mereka malah keterusan ngobrol dan senang membahas beberapa buku klasik bersama.

…..

“Kamu inget kan, saya pernah bilang kamu itu kayak mawar oranye? Ingat artinya apa? Rasa antusias dan semangat. Saya lihat itu ada di dalam diri kamu, Aira. Pakai itu buat angkat panggilan orang-orang.”

…..

Saya sempet galau berhari-hari karena baca buku ini. Satu-satunya hal yang enggak terelakan buat saya yaitu kisah Aira dan Arka yang malah enggak bisa bareng. Arka mulai menghindar karena dia perlu banyak waktu buat netralin perasaan dia ke Aira. Dan Aira merasa dia telah kehilanggan sosok Arka sebagai temen ngobrolnya sekaligus orang pertama yang enggak nganggep dia aneh karena ke-geniusannya itu.

…..

“Enggak bakal ada novel Dickens lagi? Sidney Carton?”

Arka tersenyum sambil menatapku. “Saya bakal terus keinget sama kamu setiap lihat A Tale of Two Cities, Aira. Dan sebelum setiap novel saya ada wajah kamu, lebih baik berhenti disini, kan?”

…..

ARGHHHHH!!! Udah ah, daripada nyesek sendiri, saya akhirnya bisa nerima tuh takdir mereka berdua walau masih sedikit tidak terelakan. Dalam buku ini, banyak banget pesan moral yang bakal kita dapet walau dikemas dalam cerita remaja. Bahwa setiap perubahan itu tidak selalu menakutkan, iya sih perubahan memang menakutkan. Tapi, itu adalah bagian dari hidup−bagian dari tumbuh besar. Perubahan juga dapat menunjukkan siapa diri kita sebenarnya. Dan sekarang, Aira juga sudah mau mengangkat panggilan orang-orang karena dia tahu bahwa menyamakan setiap orang yang dia temui itu adalah sebuah kesalahan besar.

…..

Aku melupakan kata-kata Plato, “Be kind for everyone you meet, is fighting a hard battle.”

…..

Dibalik kekaguman saya sama buku ini, ada hal yang sangat menganggu saya dalam menelusuri setiap ceritanya. Cara Aira mendeskripsikan dirinya sendiri yang selalu dipandang aneh itu ditegaskan secara berulang-ulang, dan saya enggak suka itu. Banyak pernyataan ‘aneh’ yang keluar dari mulut Aira dan itu membuat saya muak. Iya, saya tahu kalau dia ingin pembaca tahu bahwa sosok Aira itu si genius aneh. Tetapi jika itu disebut secara terus-terusan, malah kesannya sangat berlebihan dan tidak menarik lagi buat saya. L

Ugah gih, buruan kalian pada baca buku ini! Ada bahasa gaul juga yang bakal diajarin sama bapak guru Rio, wkwkwk. Babay!

 

Continue reading The Number You Are Trying to Reach is Not Reachable - Adara Kirana

Minggu, 16 Agustus 2020

Dear You

Satu minggu lebih setelah kecelakaan yang menimpaku. Aku kembali lagi dalam lingkungan sekolah setelah melewati masa pemulihan. Meskipun rasa nyeri masih bersarang di tubuhku, aku berusaha untuk terlihat senormal mungkin didepan ayah dan ibu. Aku telah membuat mereka meninggalkan pekerjaan mereka akhir-akhir ini karena mereka lebih memilih untuk merawatku daripada harus meninggalkanku sendirian dalam melewati masa kritis.

Aku merasa sangat berdosa karena telah membuat mereka bekerja dua kali lebih banyak hanya untuk menjagaku. Ibuku, dia begitu halus dan lembut, walau terkadang sikapnya yang disiplin harus dia tunjukkan karena aku yang kadang suka menentang seluruh perhatian yang dia berikan padaku. aku tetap menyayanginya. Ayahku, yang sering memiliki perbedaan pendapat denganku, tidak begitu menunjukkan sikap kerasnya lagi saat ini. Tapi tetap saja, walau tanpa kemiripan dasar antara sifat kami, wajahku telah mencerminkan dirinya sampai tingkat tertentu karena dia ayah biologisku.

Pagi ini dia mengantarku untuk kembali bersekolah setelah cuti sakitku. Kulihat sorot ketidak yakinan masih terpancar di wajah tuanya. Kuberikan seulas senyuman untuk meyakinkan bahwa aku baik-baik saja. Sebenarnya alasanku kembali sekolah secepat ini bukan hanya semata-mata agar bisa kembali beraktivitas seperti biasanya, melainkan untuk segera menemui lelaki itu lagi. Apa dia masih disana? Kuharap begitu.

Saat berjalan memasuki area sekolah, banyak pasang mata memandangku dengan tatapan yang berbeda-beda. Sebagian dari mereka menyapaku dan kubalas dengan sebuah anggukan. Di depan kelas, aku sudah disambut dengan semangat oleh teman-temanku yang menurutku superheboh dan sangat berisik seperti biasanya.

            “Ya ampun, temenku masih hidup!”

Begitulah kira-kira sambutan yang kudapatkan saat memasuki kelas. Walaupun kebanyakan dari mereka adalah manusia paling aneh dan superjayus yang pernah kutemui. Aku tetap menyayangi seluruh temanku yang begitu peduli satu sama lain.

Selama pelajaran berlangsung, pikiranku melayang pada lelaki yang dua minggu lalu telah menjadi teman obrolanku. Kuharap dia masih berada disana meskipun setelah ketiadaanku yang cukup lama itu bisa membuatnya pergi. Sebelum memutuskan untuk menemuinya, aku harus menolak ajakan teman-temanku yang memaksa untuk ikut ke kantin. Tapi itu semua sudah berhasil kulewati karena nyatanya sekarang aku berada disini. Aku menyukai tempat ini karena sangat jauh dari keramaian para siswa sekolah. Sebelum kedatangan sosok itu yang notabenya adalah murid baru, aku sering menggunakannya untuk membaca buku yang kubawa dari rumah sendirian.

Aku mengedarkan pandangan kesekeliling berharap orang yang telah menemani jam-jam istirahatku dua minggu lalu akan berada disini. Seorang murid pindahan dari sekolah luar yang telah menjadi teman baruku. Lelaki pendiam itu biasanya menghabiskan jam istirahatnya hanya untuk tidur siang atau kadang membicarakan buku yang pernah kami baca.

Hingga akhirnya, aku menemukannya. Disana, di pojok rooftop yang terdapat sofa usang tempat kami biasa berbagi tempat duduk. Dia memandangku, mata hitamnya berbinar redup menatap mataku lurus.

Aku berjalan mendekatinya dan mengambil duduk di sampingnya. Dalam genggamannya terdapat sebuah buku, aku memperhatikan. Walaupun kami sudah beberapa kali membicarakan buku-buku bersama, tak pernah sekalipun sebelumnya hingga hari ini dia membawa buku kemari bersamanya.

            “Radio Silence?” tanyaku melihat judul buku yang tengah di pegangnya.

Dia melemparkan senyuman tipis kearahku sambil mengangkat buku itu.

            “Untukmu.” Ucapnya lalu menaruhnya di tanganku. Aku mengernyitkan dahi kearahnya tidak mengerti.

            “Hadiah dariku atas kesembuhanmu. Maaf karena aku sudah membuka pembungkusnya, seharusnya tidak kulakukan.” Katanya terus terang.

Aku melihatnya tidak percaya. Kenapa dia sampai merepotkan diri hanya untuk meberiku ini. Tetapi senang rasanya bisa melihatnya tampak manusiawi saat didepanku. Dia tersenyum dan kadang tertwa tertahan saat bertukar pendapat yang kadang menurutnya lucu.  

            “Terima kasih. Aku akan segera membacanya setelah menyelesaikan bukuku yang lain.”

Dia masih tersenyum lalu mengangguk sebagai jawaban. Di sisa waktu ini, kami berbincang dimulai dari aku yang menanyakan alasan dia pindah kesini. Karena sebelumnya aku belum berani menanyakan itu padanya. Dan dia bilang, ibunya selalu memiliki alasan untuk membawanya pergi akhir-akhir ini. Aku tidak tahu apa masalahnya karena dia tidak menceritakannya, dan aku tahu jika meminta penjelasan lebih darinya itu berarti sangat tidak sopan karena telah menyangkut urusan pribadi keluarganya. Hingga saat dia menatap jam dipergelangan tangannya, perbincangan kami pun berakhir.

            “Ku kira kita harus pergi. Terima kasih telah menemaniku disini, sampai jumpa.”

Dia menepuk sebelah pundakku sebelum beranjak dari tempat duduknya dan meninggalkanku yang masih terdiam di sofa usang ini. Selang beberapa saat, aku juga bergegas turun menuju kelas sambil membawa buku yang diberikannya padaku tadi. Dia yang dikenal banyak orang karena keterdiamannya terhadap siapapun, mau berbagi pikiran denganku bahkan menunjukkan ekspresi berbeda saat bersamaku. Tanpa sadar aku tersenyum saat mengingatnya.

…..

 

Sehari berlalu setelah pertemuan kembaliku dengannya kemarin, kurasa semuanya berjalan normal seperti sebelumnya. Tetapi ada yang aneh dengan sikapnya hari ini. Dia tidak terlihat di rooftop saat jam istirahat tadi. Aku merasa dia malah menghindariku. Entah apa penyebabnya, yang jelas saat akan bersimpangan denganku di jalan, dia malah memilih berputar arah dan berpura-pura tidak melihatku.

Dan sekarang ini aku tengah mendapati sosoknya yang sedang duduk di bangku bawah pohon dekat lapangan basket. Sekali-kali pandangan kami bertemu. Aku heran, apa dia marah padaku? padahal kurasa tidak ada yang salah dengan pertemuan kami waktu itu. Malahan dia terlihat menimakti perbincangan kami. Saat aku melihatnya lagi, dia malah mengunci mataku dari kejauhan saat pandangan kami bertemu tanpa perlu melirik kanan kiri.

Hari demi hari berlalu, dan aku berniat untuk mempertanyakan ada apa dengan sikapnya itu. Tetapi hari ini dia tidak terlihat sama sekali. Bahkan saat aku menunggu di tempat favoritnya, dia tidak ada.

Apa dia sakit?

Apa dia marah padaku?

Semua pertanyaan itu terus bersarang di kepalaku hingga rasanya membuatku pusing. Entah sudah berapa hari dia menghilang. Aku hanya bisa mendesah lelah.

Aku kembali mengunjungi tempat favorit kami. Duduk diatas sofa usang yang sering kududuki bersamanya sambil membawa buku yang diberikannya padaku beberapa hari lalu. Kubuka lembar demi lembar buku yang kubaca sampai akhirnya terdapat secarik kertas yang terselip didalamnya. Aku membaca kalimat yang ditulis dengan tinta hitam itu. Seluruh tubuhku membeku. Tanpa sengaja aku melepas kertas itu dari tanganku.

“Hei, beberapa hari ini aku harus membantu menyelesaikan permasalahan ibuku. Dan aku akan ikut pindah lagi bersamanya. Maaf ya? Aku suka padamu.”

-Rangga

Continue reading Dear You
,

Buku Latihan Soal Mantappu Jiwa - Jerome Polin Sijabat

 

Sumber gambar: Google


Judul: Buku Latihan Soal Mantappu Jiwa

Penulis: Jerome Polin Sijabat

Penerbit: PT. Gramedia Pustaka Utama

Tebal Buku: 224 halaman

Tahun Baca: 2020

My Ratings: 4.0⭐

 

Blurb:

“Jadi ini buku soal latihan matematika ya, Jer?”

Bukan!

Kata orang, selama masih hidup, manusia akan terus menghadapi masalah demi masalah. Dan itulah yang akan kuceritakan dalam buku ini, yaitu bagaimana aku menghadapi setiap persoalan di dalam hidupku. Dimulai dari aku yang lahir dekat dengan hari meletusnya kerusuhan di tahun 1998, bagaimana keluargaku berusaha menyekolahkanku dengan kondisi ekonomi yang terbatas, sampai pada akhirnya aku berhasil mendapatkan beasiswa penuh S1 di Jepang.

Manusia tidak akan pernah lepas dari masalah kehidupan, betul. Tapi buku ini tidak hanya berisi cerita sedih dan keluhan ini-itu. Ini adalah catatan perjuanganku sebagai Jerome Polin Sijabat, pelajar Indonesia di Jepang yang iseng memulai petualangan di YouTube lewat channel Nihongo Mantappu.

Yuk, naik roller coaster di kehidupanku yang penuh dengan kalkulasi seperti matematika.

It may not gonna be super fun, but I promise it would worth the ride.

Minasan, let’s go, MANTAPPU JIWA!

 

Warning: Review ini mengandung Spoiler!

Review:

 Terus terang saja, saya membaca buku ini untuk yang kedua kalinya. Dan untuk yang kedua kalinya ini akhirnya saya memutuskan untuk membuat review. Tujuannya selain membantu orang yang sedang kebingungan memilih buku untuk dibaca, juga untuk mendokumentasikan hasil bacaan dari buku yang telah saya baca dalam bentuk tulisan.

Disini, Jerome memaparkan perjalanan hidupnya dari dia yang lahir berdekatan dengan kerusuhan besar-besaran pada tahun 1998. Lalu mimpinya sedari kecil yang sangat ingin pergi keluar negeri, yaitu dengan kuliah disana melalui beasiswa full yang diperjuangkannya mati-matian karena kondisi ekonomi keluarganya yang pas-pasan tidak mungkin bisa membiayainya. Hingga akhirnya, hasil kerja keras dan semua usaha yang dia lakukan berbuah manis dengan di terimanya dia di salah satu universitas terbaik di Jepang.

Saat membaca buku ini, saya belajar banyak dari seorang Jerome yang saya simpulkan bahwa dia termasuk sosok ambis yang selalu mendapat nilai bagus di sekolahnya. Karena tak lain dan tak bukan, semua usaha yang dilakukannya itu didasari oleh mimpinya sejak kecil agar bisa pergi keluar negeri seperti teman-temannya yang lain tetapi melalui jalan kuliah. Saya kagum bagaimana dia yang selalu melibatkan Tuhan dalam setiap langkah yang akan dihadapinya dan tak henti-hentinya berusaha sebaik mungkin dalam mengejar impiannya. Apalagi mimpi itu sudah dimilikinya sejak masih duduk di kelas dua SD! Bayangkan, untuk ukuran anak kecil yang sudah merencanakan mimpinya dari usia segitu, saya kira bakalan mudah berubah seperti halnya saya sendiri, hehehe. Karena saya ingat betul bagaimana saya yang masih kecil saat menentukan mimpi saya kedepannya itu malah selalu berubah-ubah. Pertama-tama, saya yang masih duduk di bangku TK bermimpi ingin menjadi seorang guru kelak ketika sudah dewasa, tetapi mimpi itu berubah saat saya masuk SD. Saya malah berkeinginan untuk menjadi dokter karena saya pikir dengan begitu saya bisa main suntik-suntik orang seenaknya (eh, enggak boleh gini loh ya!). Begitupun seterusnya hingga saya remaja, impian saya untuk masa depan masih berubah-ubah dan belum jelas L

Oke, balik lagi ke cerita Jerome. Di bukunya yang begitu menginspirasi para pembacanya ini, dia menceritakan tentang semua kerja keras yang dia jalani itu dia lalui bukan hanya semata-mata oleh kehebatan dan kerja keras dari dirinya sendiri, melainkan atas izin Tuhan dan dukungan dari keluarganya yang suportif untuk memperjuangkan mimpinya. Selain mengandung catatan perjalanan selama dia memperjuangkan beasiswa penuh, Jerome juga tak jarang menyelipkan soal matematika dan quotes ala dirinya sendiri dalam menghadapi permasalahan dengan tagar #rumusjerome. Tak lupa, gaya penulisannya dan caranya bercanda yang dia tuangkan disini, sama persis ketika dia ngomong (kalau kalian followers atau subscribers-nya pasti tahu, Jerome kan jokes banget orangnya walau kadang suka garing).  

Ada sebuah kata-kata yang saya suka dari buku ini. Dan kata-kata ini, Jerome tuangkan saat mengikuti lomba pidato di Jepang. Judulnya ‘Hal Kecil itu Penting’. Karena Jerome itu termasuk orang yang nggak bisa diem, suka mencoba hal baru, dan pastinya suka exploring, ikutlah dia lomba pidato itu. Dengan modal nekat dan keberanian karena kemampuan berbahasa Jepangnya masih sangat rendah (waktu itu dia baru belajar lima bulan sedangkan peserta lainnya sudah sangat pro dalam berbicara) tapi tentunya Jerome selalu percaya kebesaran Tuhan dalam kelancaran setiap langkahnya adalah yang paling penting. Begini, nih, kata-kata yang saya kutip dari bukunya:

 

“Aku percaya jika kita bisa bertanggung jawab atas hal kecil, kita juga bisa bertanggung jawab atas hal lebih besar. Tetapi jika kita tidak bisa bertanggung jawab atas hal kecil, kita tidak akan bisa bertanggung jawab atas hal lebih besar.”

 

Dari situ saya sendiri belajar untuk lebih memperhatikan dan lebih peduli lagi terhadap hal-hal kecil disekitar saya. Lanjut lagi soal perjuangan Jerome disini, yang akhirnya si Jerome Polin Sijabat ini diterima di Waseda University! Walaupun awalnya yang Jerome incar adalah Tokyo University, tetapi disitu dia sadar dan mulai menerima bahwa Roma yang dimaksud Tuhan belum tentu seperti Roma yang kita maksud. Pasti ada alasan kenapa Tuhan memilih jalan itu untuknya. Sampai mulailah Jerome telah disibukkan dengan kegiatan kuliah yang mengambil jurusan matematika terapan. Disitu dia mulai jenuh dan memulai buat beberapa video lucu yang dipostingnya di Instagram lalu menjadi hobi baru untuknya. Karena dia bisa menghibur orang lewat postingan tersebut dan dia rasa juga menyenangkan. Samapi akhirnya, Jerome membuat proyek YouTube Nihongo Mantappu yang dibantu oleh temannya hingga menghasilkan video pertamanya yang rilis pada desember 2017. Dengan konsistensi dan dukungan dari banyak pihak seperti keluarga dan para sahabat, Jerome tidak ingin membuat konten yang hanya bersifat kontroversial dan tidak mendidik, meski dia tahu itu akan membuat penonton videonya bertambah pesat, hati nuraninya selalu merasa tidak enak. Dia memikirkan apa yang akan terjadi dengan masa depan remaja dan Indonesia jika konten yang semacam itu selalu menjadi konsumsi banyak orang? Meskipun awalnya sempet nge-down, Jerome selalu mendapat dukungan dari orang-orang yang mengapresiasi konten-konten yang dia buat. Dari situ dia bersyukur dan bisa bertahan sampai saat ini.


“Karena ketika orang lain meragukan kita, siapa lagi yang percaya sama diri ini kalau bukan kita sendiri?” #rumusjerome


Hingga setelah berjalan beberapa lama, channel YouTube-nya bisa berjalan pesat berkat bantuan dari teman-teman dan tim-nya (melalui grup yang mereka buat berisikan orang-orang yang suka channel Nihongo Mantappu) dia bisa mencapai target 10.000 subscriber atas bantuan dan kerja sama tim itu.

Dan masih ada catatan perjalanan seorang Jerome Polin Sijabat di buku ini yang tidak akan saya paparkan lebih lanjut lagi. Silahkan kalian cari & baca bukunya, deh! Sangat bagus buat menginspirasi kalian yang sedang dalam masa memperjuangkan pendidikan dan masa depan. Cover dan ilustrasi di dalamnya juga sangat menarik dan colorful sehingga tidak akan membuat kita bosan saat menjelajah isinya. Bahwa intinya pelajaran yang bisa saya petik ketika membaca buku ini adalah, setiap mimpi itu layak diperjuangkan dan patut dibayar mahal. Dan jangan lupa untuk selalu menyertakan Tuhan dalam setiap langkah kita!

 

 “Ada hal yang tidak bisa kita control karena kita adalah manusia yang tebatas. Jadi, tugas kita adalah melakukan yang terbaik lalu menyerahkan sisanya kepada Tuhan.”  

#rumusjerome

“Apa yang kelihatan mustahil bagi manusia tidak mustahil bagi Tuhan, apa yang tidak pernah dilihat mata, didengar telinga, ataupun timbul di dalam hati manusia sekalipun, bisa diberikan Tuhan untuk kita.”

#rumusjerome

Saya jadi teringat perkataan guru saya dulu sewaktu di sekolah. Beliau bilang, “Kebanyakan orang sukses adalah orang yang mendekatkan dirinya dengan Tuhan. Manusia dengan keyakinan apapun, kalau sudah memliki koneksi yang baik dengan Tuhan-nya, semua yang kita hadapi di dunia pasti dimudahkan.”

Itu adalah kata-kata yang ingin terus saya jadikan pegangan untuk mengingatkan saya jika kita memiliki sang pencipta, Yang Maha Kuasa atas segala apapun di dunia.

Setelah baca buku ini, muncul suatu dorongan semu di dalam diri saya untuk terus berusaha mewujudkan sebuah impian. Semangat kita semua!!!💪😆😇

Continue reading Buku Latihan Soal Mantappu Jiwa - Jerome Polin Sijabat

Kamis, 13 Agustus 2020

,

Cold Couple - Bayu Permana


Judul: Cold Couple

Penulis: Bayu Permana

Penerbit: Aksara Plus

Tebal Buku: 280 halaman

Genre: Fiksi Remaja

Tahun Baca: 2020

Nilai: 2,5⭐


Blurb: 

“Kita yang terluka, kita yang mencinta, kita yang sama.”

Ini adalah kisah cinta antara Sandra dan Edgar, dengan sifat keduanya yang hampir mirip. Sandra adalah gadis pendiam dan Edgar adalah lelaki yang dingin.

Sandra yang awalnya menjalani home schooling terpaksa harus pindah ke sekolah formal karena paksaan ayahnya. Sifat pendiamnya membuat Sandra sulit bersosialisasi, sehingga membuat semuanya terasa sukar dijalani. Terlebih, Sandra memiliki sebuah fobia yang tak biasa, yaitu fobia terhadap sentuhan. Ia sama sekali tidak bisa disentuh, dan bisa pingsan bila mendapapt sentuhan sedikit saja. Hingga akhirnya ia bertemu dengan Edgar, siswa yang dijuluki pangeran es oleh orang-orang disekitarnya.

Lelaki itu memang terkenal dingin, cuek, dan jarang bicara. Namun, ketika mengetahui tentang fobia yang dialami Sandra, muncul keinginan dalam hatinya untuk melindungi gadis itu. Edgar bisa menunjukkan perhatian dan sayangnya tanpa harus banyak bicara.

Mereka bisa saling memahami, meskipun hanya dalam diam. Dan ini adalah sebuah gambaran tentang es yang dingin beku, tetapi ternyata memiliki kehangatan didalamnya.

 

Warning: Review ini mengandung spoiler!

Review:

Pertama kali saya tahu buku ini dari sebuah platform yang bernama Wattpad, karena emang dulu lagi seneng-senengnya para anak sekolahan pake aplikasi oranye itu buat baca cerita gratis. Tapi saya nemu cerita Cold Couple ini disana ketika udah diterbitkan, jadi ya, saya cuma bisa baca dari sisa beberapa bab yang memang ditinggalin dan enggak dihapus oleh penulis. Dan baru sekarang, saya punya kesempatan buat baca cerita ini seluruhnya.

Omong-omong, kenapa saya kasih nilai 2.5 buat buku ini dan enggak sampe nginjek angka 3.0? Itu karena saya pikir, selera saya masih sama seperti jaman-jamannya baca wattpad dulu, dimana saya yang masih berusia sekitar 15 tahun suka sama cerita yang dimana para cowok ganteng di dalamnya berlagak dingin dan datar kayak tembok. Tapi setelah sekian lama itu ternyata selera saya berubah. Dimana cerita yang semacam itu membuat saya tidak sebegitu histeris kayak dulu lagi, hohoho.

Saya nyari buku ini buat saya baca karena didasari oleh rasa penasaran dari sisa ingatan dan sensasi yang masih tertinggal di otak ketika baca ceritanya di wattpad sekitar dua tahun lalu. Dan kalau dipikir-pikir setelah saya baca lagi baru mendapat beberapa lembar di awal buku, sosok Edgar yang begitu dingin dan kelewat cuek di cerita ini membuat saya aneh dan geli sendiri. Iya, Edgar bersikap dingin seperti itu karena didasari oleh pahitnya masalalu yang dialaminya karena kematian sang ayah yang tragis. Dan sampai segede itu dia belum bisa menerima takdir yang telah menimpa ayahnya. Ditambah lagi, paman dan bibinya yang selalu menjadi benalu di kehidupannya dan ibunya membuat Edgar berpikir bahwa semua orang itu sama saja. Dia mengira bahwa semua orang disekitarnya berlagak palsu dan tidak ada yang benar-benar murni bersikap baik.

Saya sempat curiga bahwa kesehatan mental Edgar itu terganggu, pasalnya sikap dingin dan irit bicaranya disini menurut saya sangat berlebihan dan tidak masuk akal. Dia seperti membuat benteng pertahanan untuk dirinya sendiri dari orang-orang disekitarnya. Tetapi semua itu tidak berlaku untuk seorang gadis baru bernama Sandra. Seorang gadis canggung dan pendiam yang memiliki fobia terhadap sentuhan. Tanpa disangka-sangka dan secara tiba-tiba pula Edgar bisa jatuh hati padanya (bagian ini semakin membuat saya mengernyitkan kening bingung, kok bisa?) . Karena sang penulis tidak begitu mendeskripsikan sosok Edgar dengan spesifik kenapa bisa mencintai Sandra yang jelas-jelas seorang yang sangat asing untuknya.

Diawali dari Edgar yang tiba-tiba menawari Sandra tumpangan untuk pulang bareng. Semakin aneh lagi karena notabenya sosok Edgar adalah si dingin dan cuek yang tidak peduli terhadap siapapun. Dan saya semakin terkejut saat keesokan harinya Edgar bertamu kerumah Sandra dengan niat untuk mengajaknya berangkat bareng kesekolah. Lalu dengan dan tanpa persetujuan siapapun saat terjadi kejadian tidak menyenangkan di kantin karena ulah Sanggi (si cowok usil playboy yang mau deketin Sandra), Edgar datang menolong dengan mengklaim bahwa Sandra adalah ceweknya. Saya mengira itu hanya bentuk pembelaan yang Edgar lakukan saja di depan umum. Tetapi saat membaca lagi, Edgar beneran serius dengan perkataannya bahwa dia mau Sandra jadi ceweknya dengan bilang bahwa sekarang Sandra adalah prioritasnya (aneh banget, deh). Dan, Edgar menyatakan bahwa Sandra sekarang adalah miliknya dan akan selalu ada buat melindunginya. Haduh, saya bingung dan pusing bagaimana mau menyimpulkan sosok Edgar ini dengan tingkahnya yang tidak terduga dan begitu membingungkan. Di kacamata saya, si Edgar ini bukanlah sosok dingin dan cool seperti yang di tuliskan. Semua citra es nya hilang di mata saya karena pengakuannya yang secara tiba-tiba menyukai Sandra tanpa bisa dijelaskan. Kalau jatuh cinta memang seperti itu, berarti benar apa yang dikatakan orang-orang bahwa cinta memang tidak bisa dimengerti, wkwkwk.

Terkait kekurangan yang saya paparkan dengan sosok Edgar dalam buku ini. Saya, menyukai beberapa amanat yang diselipkan oleh penulis pada cerita ini. Pertama, kasih sayang ayah yang ditunjukkan oleh ayah Sandra begitu menginspirasi. Sosok seorang single parent yang dijalaninya tidak menjadikan ayah Sandra kewalahan dalam membesarkan putri semata wayangnya sendirian. Beliau mencoba membantu menyembuhkan fobia yang diderita putrinya dengan sengaja memaksa anaknya untuk bersekolah di sekolah resmi. Kedua, sosok Tika (ibu Edgar, yang menurut saya sendiri agak bodoh dalam menyikapi sesuatu) yang tetap berusaha mempertahankan hubungan baik dengan adiknya, Cecil, walaupun saya juga sependapat dengan Edgar bahwa seorang yang terus-terusan menjadi benalu dan tidak tahu diri di keluarganya itu tidak layak dikasih hati. Tetapi dengan sabarnya Tika tidak mempersalahkan hal itu dan terus membantu keuangan adiknya yang notabenya sudah menikah.

Konflik dimulai saat Edgar tahu bahwa masa lalu kelam yang dialami Sandra ada hubungannya dengan suami Cecil, Andrew. Dia adalah salah satu penyebab pelaku pelecehan yang membuat Sandra fobia pada sentuhan sejak kejadian buruk itu menimpanya. Sandra akhirnya buka mulut, dan ayahnya mengambil jalur hukum pada penanganan kasus putrinya itu.

Cecil yang belum kapok atas peristiwa yang menimpa suaminya itu datang lagi kerumah kakaknya dan masuk ke kamar Edgar guna mencari surat-surat tanah yang diincarnya selama ini dari kakaknya dan semua bukti yang dimiliki Edgar untuk menjebloskannya ke penjara. Edgar berbohong bahwa bukti itu berada dalam tasnya dan berniat akan membawanya ke kantor polisi. Alhasil terjadilah kejar-kejaran antara keduanya yang menyebabkan Edgar kecelakaan karena sengaja ditabrak oleh Cecil yang nekat. Tentu saja itu jadi kasus tambahan untuk polisi menangkapnya kedalam jeruji besi.

Setelah semua kejadian itu dan Edgar sembuh dari lukanya. Ada orang yang menemuinya untuk bilang terima kasih karena merasa berhutang nyawa atas apa yang telah dilakukan ayahnya dulu karena telah menyelamatkan nyawa orang itu. Edgar ditawari jika butuh bantuan ataupun butuh sesuatu dia bisa minta ke orang itu. Tetapi kali ini, Edgar sadar bahwa dia harus belajar mengikhlaskan dan belajar menerima atas apa yang telah ditetapkan Tuhan setelah peristiwa yang terjadi dalam hidupnya. (kalau gini Edgar keren banget, deh)

Dan soal hubungannya dengan Sandra. Dia bener-bener tepatin janji dia buat bantu Sandra bisa sembuh dari fobianya dan itu sudah memberikan kemajuan yang besar buat Sandra. Akhirnya dia udah bisa menyentuh dan memeluk ayahnya tanpa pingsan walaupun hanya sebentar.

Note: Maaf jika dalam me-review terdapat banyak kekurangan apalagi mengandung spoiler. Ini hanya merupakan pendapat pribadi saya atas apa yang telah saya tangkap ketika membaca buku ini. Terima kasihJ

Continue reading Cold Couple - Bayu Permana